Selamat Datang di Blog Arief Ainul Yaqin

Sebuah referensi bacaan untuk memperkaya khazanah keilmuwan

Selasa, 03 Februari 2015

Pengujian Konstitusional (Constitutional Review) di Taiwan


 
Pengujian konstitusional sebetulnya telah dikenal di Taiwan sejak 1947, dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi Taiwan yang disebut Council of Grand Justice berdasarkan Konstitusi Republik Cina (Taiwan) 1947.[1] Council of Grand  Justice ini merupakan bagian dari Judicial Yuan (Kekuasaan Kehakiman) yang terdiri dari Supreme Court (Mahkamah Agung) dan Council of Grand  Justice sendiri, sebuah komposisi kekuasaan kehakiman yang mirip dengan Indonesia berdasarkan UUD NRI Tahun 1945.
Meskipun telah ada sejak terbentuknya Konstitusi 1947, lembaga pengujian konstitusional disana tidak berfungsi atau mengalami stagnasi dalam waktu yang cukup lama dengan diberlakukannya hukum darurat militer (martial law) dibawah rezim otoriter Kuomintang sejak 1949-1987. Keadaan itu baru berubah ketika otoritarianisme Taiwan berakhir dan memasuki masa transisi yang mulai berlangsung sejak 1991.[2]
Berdasarkan Perubahan Keempat Konstitusi Taiwan 1947,[3] Council of Grand Justice (MK Taiwan) beranggotakan 15 orang  hakim yang wewenang pemilihan dan pengangkatannya ada ditangan Presiden. Namun dalam pengangkatan hakim MK Taiwan, Presiden membentuk semacam komisi pemilihan yang diketuai oleh Wakil Presiden. Komisi Pemilihan itulah yang nanti akan melakukan segala proses rekrutmen. Hasil akhirnya yaitu berupa daftar nama-nama yang diajukan kepada Presiden untuk dipilih dan diangkat. Suatu prosedur rekrutmen yang sangat mirip dengan yang berlaku di Indonesia, khususnya untuk 3 hakim konstitusi yang diangkat dari jalur pemerintah/presiden. Masa jabatan hakim MK Taiwan adalah 8 tahun dan setelahnya tidak dapat dipilih kembali. Setiap empat tahun sekali terjadi pergantian terhadap setengah dari jumlah hakim yang ada bersamaan dengan siklus Pemilihan Presiden.[4]
Berdasarkan Pasal 78 Konstitusi Taiwan, MK Taiwan mempunyai dua yurisdiksi kewenangan, yaitu:
1.        Melakukan penafsiran terhadap norma-norma konstitusi; dan
2.        Melakukan kesatuan penafsiran (unified interpretation) terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya (ordinance).
Berdasarkan kewenangannya diatas maka kewenangan MK Taiwan torgolong sangat terbatas, yaitu hanya mencakup kewenangan dibidang pengujian konstitusional saja. Secara normatif, sesuai dengan ketentuan Konstitusi 1947, pengujian ini pun sebenarnya hanya berupa tafsir konstitusional saja, hanya saja tafsir itu kemudian dapat diikuti dengan pembatalan (annulment) norma yang diuji apabila dianggap inkonstitusional.
Yang menarik dari sistem pengujian konstitusional Taiwan adalah menyangkut objek pengujiannya yang tidak terbatas pada legislative acts (undang-undang) dan executive acts (peraturan perundang-undangan pelaksanaan undang-undang) saja tetapi juga mencakup pengujian terhadap norma konstitusi itu sendiri, terutama norma hasil perubahan.
Dalam hal pengujian/penafsiran terhadap norma konstitusi, yang mempunyai legal standing untuk dapat mengajukan permohonan tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat umum.
Penafsiran terhadap norma konstitusi hasil perubahan yang kemudian diikuti dengan pembatalan pernah dilakukan oleh MK Taiwan. Ketika itu MK Taiwan menguji dan akhirnya membatalkan Pasal 1 Additional Articles hasil perubahan Konstitusi Taiwan yang mengatur mengenai tata cara pemilihan anggota Majelis Nasional.[5] Pasal 1 AA hasil Perubahan Konstitusi yang ditetapkan oleh Majelis Nasional itu memuat ketentuan perpanjangan masa jabatan dari Anggota Kamar Ketiga Majelis Nasional dan Kamar Keempat Legislative Yuan. Oleh Pemohon, yaitu lebih dari 100 Anggota Legislative Yuan, ketentuan tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi.
Melalui Putusan (Interpretasi) No. 499 Tahun 2000 (interpretation 499 of 2000), MK Taiwan akhirnya menyatakan Pasal 1 Additional Articles (Aturan Tambahan) hasil perubahan Konstitusi bertentangan dengan konstitusi itu sendiri dan oleh karenanya dinyatakan tidak berlaku lagi sejak 30 Juni 2002.[6] Di dalam pertimbangan hukumnya MK Taiwan menyatakan bahwa:
“The term extension for delegates of National Assembly and the members of Legislative Yuan is not justified under the Constitution, nor is it in conformity with the fundamental principle laid out herein.”[7]
Sementara dalam hal pengujian/penafsiran (unified interpretation) terhadap undang-undang dan peraturan pelaksaannya (ordinance), mula-mula hanya lembaga pemerintah yang mempunyai legal standing untuk dapat mengajukan permohonan yang dimaksud. Mengenai hal itu Tom Ginsburg menjelaskan bahwa tujuan dilakukannya kesatuan penafsiran oleh MK Taiwan ialah untuk menegakan konsistensi antara peraturan yang lebih rendah dengan peraturan yang lebih tinggi, khususnya dalam rangka efisiensi penggunaan kekuasaan administratif pemerintahan. Itulah sebabnya mengapa awalnya hanya lembaga pemerintah yang diberikan hak untuk memohon penafsiran tersebut.[8]
Akan tetapi dalam perkembangannya MK Taiwan kemudian membuka keran permohonan pengujian/penafsiran ini bagi Permohon Perorangan (masyarakat). Berdasarkan Article 5 Paragraph ke-2 Hukum Acara MK Taiwan,[9] Pemohon Perorangan dapat mengajukan permohonan pengujian konstitusional atas suatu undang-undang atau peraturan pelaksanaannya apabila yang bersangkutan menganggap hak konstitusionalnya telah sedemikian terlanggar. Namun demikian permohonan itu baru dapat diajukan apabila seluruh upaya hukum biasa telah selesai ditempuh. Apabila dicermati pengujian ini lebih mirip dengan mekanisme constitutional complaint seperti yang berlaku di Austria, Jerman, dan negara-negara lain yang mengadopsi sistem constitutional complaint.
Berdasarkan penjelasan diatas maka MK Taiwan hanya melaksanakan interpretasi (pengujian) terhadap norma abstrak (abstract norm review) dan tidak memiliki wewenang untuk memutus legalitas atau konstitusionalitas perkara konkret tertentu.[10] Sementara Putusannya (MK Taiwan) bersifat final dan mengikat serta berlaku secara prospektif (berlaku kedepan tidak berlaku surut).



[1] Sejak pertama kali diberlakukan pada 1947 hingga kini, Konstitusi Taiwan 1947 telah mengalami 5 kali perubahan.
[2] Ibid. hlm. 107.
[3] Perubahan Keempat Konstitusi Taiwan 1947 disahkan pada tahun 1997.
[4] Ketentuan ini dimaksudkan agar Presiden terpilih mempunyai kesempatan untuk dapat mengisi setengah dari jumlah kursi hakim MK Taiwan.
[5] Perubahan Konstitusi itu sendiri merupakan hasil karya Majelis Nasional karena Majelis Nasional itulah yang oleh Konstitusi Taiwan ditunjuk sebagai satu-satunya lembaga tertinggi yang memiliki kewenangan untuk mengadakan perubahan.
[6] Putusan No. 499 Tahun 2000 ini diterbitkan/diucapkan pada tanggal 24 Maret 2000.
[7] Lihat Jimly Asshiddiqie dan Ahmad Syarizal, Peradilan Konstitusi di 10 Negara, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 123.
[8] Tom Ginsburg, Judicial Review in New Democracies; Constitutional Court in Asian Case, Princeton University Press, New Jersey, 2003, hlm. 123.
[9] Article 5 Paragraph ke-2 Law of Procedure (Hukum Acara MK Taiwan) merupakan bagian dari Hukum Acara MK Taiwan hasil revisi tahun 1993. Jadi setelah tahun 1993 dibuka kemungkinan bagi Perorangan untuk mengajukan permohonan constitutional review atau  judicial review.
[10] Sean Cooney dalam Jimly Asshiddiqie, Op. Cit., hlm. 131.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar