Selamat Datang di Blog Arief Ainul Yaqin

Sebuah referensi bacaan untuk memperkaya khazanah keilmuwan

Kamis, 11 Januari 2018

Kontroversi dan Fenomena Legalisasi LGBT di Berbagai Negara: Daftar Negara-Negara yang Melarang dan Melegalkan LGBT


Jika diringkas dan dikelompokan, secara garis besar ada 3 kelompok negara di dunia ini dalam menyikapi atau membuat aturan hukum tekait dengan fenomena Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT). Ketiga kelompok negara-negara itu adalah:
1.   Negara yang melegalkan hubungan dan perkawinan sesama jenis, jumlahnya (sampai tulisan  ini dibuat) ada 27 negara (sebagian besar negara-negara Eropa);[1]
2.  Negara yang melarang dan menyediakan sanksi pidana terhadap pelaku LGBT, jumlahnya (sampai tulisan  ini dibuat ) sekitar 76 negara (sebagian besar negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin);[2]
3.    Negara yang tidak menyediakan hukum yang spesifik terkait LGBT, yaitu negara-negara yang umumnya tidak menyediakan sanksi pidana bagi pelaku LGBT, tetapi juga tidak mengakui dan tidak melegalkan hubungan dan perkawinan sesama jenis. Jumlahnya berarti seluruh negara di dunia (ada yang menyebut 193, 203, 204, dan 205) dikurangi 27 negara yang melegalkan LGBT dan dikurangi 76 negara yang melarang LGBT. Termasuk dalam kategori ini adalah Indonesia.[3]
Meski jumlah negara yang melarang dan tidak mengakui LGBT masih jauh lebih banyak daripada negara yang melegalkannya, akan tetapi trend yang terjadi justru sebaliknya, yakni semakin banyak negara yang mengubah kebijakan hukumnya dari yang sebelumnya tidak mengakui atau bahkan melarang LGBT menjadi negara yang kemudian melegalkan LGBT.
Dengan kata lain, kecenderungan yang terjadi dewasa ini adalah semakin bertambahnya jumlah negara yang melegalkan LGBT dari tahun ke tahun. Jadi peningkatan dan keuntungan justru terjadi pada kelompok negara-negara yang melegalkan LGBT, sebab jumlah mereka dari tahun ke tahun semakin bertambah. Sebagai contoh misalnya, sampai dengan tahun 2000 hanya ada satu (1) negara di dunia ini yang secara resmi melegalkan pernikahan sesama jenis, yakni Belanda. Jumlah tersebut semakin bertambah setiap tahunnya hingga sampai dengan di penghujung tahun 2010, sudah ada 12 negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Jumlah itu semakin bertambah hingga akhirnya pada tahun 2017 sudah ada 27 negara yang tercatat melegalkan LGBT.[4]
Bahkan perkembangan yang kurang menggembirakan terkait dengan hal itu datang baru-baru ini dari India. Dikabarkan bahwa Mahkamah Agung India yang pada Desember 2013 lalu mengeluarkan Putusan untuk mengaktifkan kembali Pasal 377 Code Penal (KUHP) tentang pemidanaan bagi pelaku hubungan sesama jenis dan hewan, kini dikabarkan akan meninjau ulang Putusan Kasasi tersebut.[5] Langkah MA India untuk meninjau ulang Putusannya tahun 2013 itu tentu tidak muncul begitu saja melainkan berkat kampanye masif dan petisi yang diajukan oleh kelompok pro LGBT, baik yang berasal dari India sendiri maupun lembaga-lembaga pegiat LGBT internasional.[6]
Meski baru sekedar langkah awal berupa diterimanya gugatan dari komunitas pro LGBT untuk meninjau ulang (review) Putusan tahun 2013 itu oleh MA India, akan tetapi tentu saja kita sudah bisa memprediksi kemana arah dan hasil dari putusan tersebut. Nampaknya dinamika yang terjadi di India itu akan mengarah pada upaya pembatalan/pencabutan putusan terdahulu yang berisi larangan dan pemidanaan bagi pelaku perkawinan sejenis dan selanjutnya melegalisasikannya melalui putusan yang baru.[7]
Fakta dan kecenderungan itu tentu sangat memprihatinkan bagi kita yang menolak LGBT. Negara-negara yang saat ini masih melarang atau belum melegaliasikan perkawinan sejenis jelas sekali menjadi sasaran berikutnya dari agenda global untuk “melegalisasikan” LGBT di seluruh penjuru dunia yang disponsori oleh pemain-pemain global.
Pemain global tersebut terdiri mulai dari pemerintah atau lembaga negara (utamanya pemerintah atau lembaga negara-negara Eropa) sampai dengan lembaga-lembaga internasional seperti International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA)[8], bahkan termasuk juga lembaga/perangkat PBB seperti United Nation Human Rights Council (UNHRC) dan Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR) yang tidak bisa lagi diutup-tutupi bahwa mereka juga terlibat secara intens dalam mengusung inisiatif dan upaya legalisasi LGBT di negara-negara anggota PBB.[9]
Mengingat masifnya inisiatif dan upaya  untuk melegalisasikan LGBT ini diseluruh penjuru dunia, baik yang dilakukan oleh elemen domestik maupun internasional seperti yang telah digambarkan diatas, maka sudah menjadi tugas kita yang menolak LGBT ini untuk terus mengawal sistem hukum nasional kita, khususnya menyangkut Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) yang sedang digodok di DPR, agar jangan sampai KUHP yang sudah puluhan tahun kita idam-idamkan itu justru memuat pasal-pasal yang melegalisasikan perbuatan LGBT. Sebaliknya, kita harus terus menyuarakan aspirasi dan dukungan kita agar di dalam KUHP yang baru itu terdapat pasal-pasal yang berisi ancaman pidana bagi pelaku LGBT. Sehingga kedepan kita bisa “hijrah” dari kelompok negara yang tidak memiliki aturan hukum terhadap LGBT menjadi negara yang melarang dan memidana pelaku LGBT.
Jalan kearah sana tentu saja tidak mudah. Sebab negara-negara kaya dan maju seperti negara-negara eropa dan lembaga-lembaga internasional yang sarat jejaring dan pengaruh sedang bahu membahu mengusung inisiatif dan agenda global untuk melegalisasikan LGBT diseluruh penjuru dunia. Tanpa kewaspadaan dan kecermatan dalam mengawal pembaharuan sistem hukum pidana kita yang sedang dalam proses penggodokan di DPR, maka bukan tidak mungkin RUU KUHP yang kita damba-dambakan itu akan menjadi “target atau korban” berikutnya dari agenda global legalisasi LGBT.
Kita pernah punya pengalaman pahit dalam soal “kecolongan” atau masuknya pengaruh global ke dalam undang-undang kita yang tidak sesuai dengan kebutuhan, harapan, dan peri kehidupan bangsa kita. Salah satu contoh konkrit mengenai hal itu ialah UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang kemudian dibatalkan seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi RI pada September 2014 karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945.[10] Alih-alih menjadi undang-udang yang sepenuhnya berpihak kepada kepentingan rakyat dan bangsa, undang-undang yang sedari awal sudah sarat dengan tekanan asing itu justru berisikan begitu banyak norma yang beorientasi pada privatisasi serta liberalisasi air yang sangat merugikan dan menghimpit rakyat.[11] Pengalaman pahit itu tentu saja tidak boleh terjadi lagi. Untuk itu kita perlu terus mengawal RUU KUHP agar tidak disusupi oleh agenda global yang menghendaki dilegalkannya perkawinan sejenis atau LGBT di Indonesia.
Kita tidak perlu khawatir bahwa mengkriminalisasi pelaku LGBT  akan dianggap sebagai perbuatan yang melanggar HAM atau tidak sesuai dengan perkembangan HAM kontemporer (saat ini). Sebab sepanjang yang saya teliti dan yakini, hak asasi manusia itu sesungguhnya bersumber dari Tuhan dan merupakan pemberian dari Tuhan yang melekat pada setiap individu manusia. Oleh karenanya tidak lah mungkin ada hak asasi manusia yang bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan, atau dengan kata lain tidak mungkin Tuhan memberikan hak asasi kepada manusia yang Ia sendiri tidak menghendaki hak tersebut untuk dinikmati oleh manusia. Dalam ajaran Islam misalnya, jelas sekali bahwa Tuhan tidak menghendaki bahkan mengutuk hubungan sesama jenis.[12] Oleh karena itu dalam keyakinan Islam, tidaklah mungkin mengatakan bahwa LGBT adalah hak asasi yang diberikan oleh Tuhan untuk dimiliki dan dinikmati oleh manusia, sebab hak untuk melakukan hubungan sejenis itu sendiri telah ditolak dan dilarang oleh Tuhan di dalam banyak firman-Nya di dalam Al-Qur’an![13]
Lampiran
Tabel 1
Negara-Negara yang Melegalkan Hubungan dan Perkawinan Sesama Jenis (LGBT)

No.
Nama Negara
Tahun Legalisasi
Benua
1.
Belanda
2000
Eropa
2.
Belgia
2003
Eropa
3.
Spanyol
2005
Eropa
4.
Kanada
2005
Amerika
5.
Afrika Selatan
2006
Afrika
6.
Swedia
2008
Eropa
7.
Portugal
2008
Eropa
8.
Norwegia
2009
Eropa
9.
Meksiko
2009
Amerika
10.
Islandia
2010
Eropa
11.
Argentina
2010
Amerika
12.
Uruguay
2010
Amerika
13.
Selandia Baru
2013
Oseania
14.
Perancis
2013
Eropa
15.
Denmark
2013
Eropa
16.
Inggris
2013
Eropa
17.
Irlandia Utara
2013
Eropa
18.
Brazil
2013
Amerika
19.
Skotlandia
2014
Eropa
20.
Luxemburg
2014
Eropa
21.
Finlandia
2014
Eropa
22.
Irlandia
2015
Eropa
23.
Amerika Serikat
2015
Amerika
24.
Colombia
2016
Amerika
25.
Jerman
2017
Eropa
26.
Malta
2017
Eropa
27.
Australia
2017
Australia
Sumber:    Data ini diperoleh dan disarikan dari berbagai sumber, antara lain International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA), “Maps of sexual orientation laws (May 2017)”; dan sindonews.com, “Daftar Negara yang Melegalkan Pernikahan Sejenis dan LGBT (Februari 2016); serta serta fortune.com, “The 26 Countries That Have Legalized Same-Sex Marriage (Dec 2017).”



Tabel 2
Negara-Negara yang Melarang dan Memidana Pelaku LGBT

No.
Nama Negara
Benua

No.
Nama Negara
Benua
1.
Algeria
Afrika
41.
Iraq
Asia
2.
Angola
Afrika
42.
Kuwait
Asia
3.
Botswana
Afrika
43.
Lebanon
Asia
4.
Burundi
Afrika
44.
Malaysia
Asia
5.
Cameroon
Afrika
45.
Maldives
Asia
6.
Comoros
Afrika
46.
Myanmar
Asia
7.
Egypt
Afrika
47.
Oman
Asia
8.
Eritrea
Afrika
48.
Pakistan
Asia
9.
Ethiopia
Afrika
49.
Palestine/Jalur Gaza
Asia
10
Gambia
Afrika
50.
Qatar
Asia
11.
Ghana
Afrika
51.
Saudi Arabia
Asia
12.
Guinea
Afrika
52.
Singapore
Asia
13.
Kenya
Afrika
53.
Sri Lanka
Asia
14.
Liberia
Afrika
54.
Syria
Asia
15.
Libya
Afrika
55.
Turkmenistan
Asia
16.
Malawi
Afrika
56.
United Arab Emirates
Asia
17.
Mauritania
Afrika
57.
Uzbekistan
Asia
18.
Mauritius
Afrika
58.
Yemen
Asia
19.
Morocco
Afrika
59.
Yordania
Asia
20.
Namibia
Afrika
60.
Bahrain
Asia
21.
Nigeria
Afrika
61.
Antigua & Barbuda
Amerika
22.
Senegal
Afrika
62.
Barbados
Amerika
23.
Sierra Leone
Afrika
63.
Dominica
Amerika
24.
Somalia
Afrika
64.
Grenada
Amerika
25.
South Sudan
Afrika
65.
Guyana
Amerika
26.
Sudan
Afrika
66.
Jamaica
Amerika
27.
Swaziland
Afrika
67.
St Kitts & Nevis
Amerika
28.
Tanzania
Afrika
68.
St Lucia
Amerika
29.
Togo
Afrika
69.
St Vincent & the Grenadines
Amerika
30.
Tunisia
Afrika
70.
Trinidad & Tobago
Oseania
31.
Uganda
Afrika
71.
Cook Islands
Oseania
32.
Zambia
Afrika
72.
Kirbati
Oseania
33.
Zimbabwe
Afrika
73.
Papua New Guinea
Oseania
34.
Afghanistan
Asia
74.
Samoa
Oseania
35.
Bangladesh
Asia
75.
Solomon Islands
Oseania
36.
Bhutan
Asia
76.
Tonga
Oseania
37.
Brunei
Asia

38.
Daesh (ISIS )
Asia

39.
India
Asia

40.
Iran
Asia

Sumber:   Data ini diperoleh dan disarikan dari berbagai sumber, antara lain International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA), “Maps of sexual orientation laws (May 2017)”; dan 76crimes.com, “76 countries where homosexuality is illegal (May 2017)”.







[1] Data ini diperoleh dan disarikan dari berbagai sumber, antara lain International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA), “Maps of sexual orientation laws (May 2017),” http://ilga.org/maps-sexual-orientation-laws; 76crimes.com, “76 countries where homosexuality is illegal (May 2017),” https://76crimes.com/76-countries-where-homosexuality-is-illegal/; dan sindonews.com, “Daftar Negara yang Melegalkan Pernikahan Sejenis dan LGBT,” https://lifestyle.sindonews.com/read/1082855/166/daftar-negara-yang-melegalkan-pernikahan-sejenis-dan-lgbt-1454594358/26; serta fortune.com, “The 26 Countries That Have Legalized Same-Sex Marriage,” http://fortune.com/2017/12/07/countries-that-legalized-same-sex-marriage/, Diakses pada tanggal 9 Januari 2018.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Putusan Kasasi yang dikeluarkan pada tahun 2013 itu sendiri merupakan hasil daripada gugatan/perlawanan terhadap Putusan Pengadilan Tinggi (Appeal Court) yang membatalkan ketentuan Pasal 377 Code Penal India pada tahun 2009 sehingga menyebabkan konsekuensi dekriminalisasi terhadap pelaku LGBT di India sejak dikeluarkannya Putusan Pengadilan Tinggi tersebut sampai dianulirnya Putusan tersebut oleh MA India pada Desember 2013.
[6] The New York Times, “India’s Supreme Court Orders Review of Gay Sex Ban,” Edisi 8 Januari 2018.
[7] Prediksi mengenai arah dan hasil Putusan MA India sebagaimana dikatakan diatas tentu dapat dilihat dan diketahui melalui beberapa petunjuk yang memang mengarah pada upaya untuk membatalkan Putusan MA yang terdahulu (2013) dan kemudian melegalisasikan perkawinan sejenis. Diantara beberapa petunjuk itu antara lain: (i) diterimanya permohonan/gugatan untuk melakukan peninjauan ulang (review) terhadap Putusan tahun 2013 oleh kesemua (3 orang) hakim panel yang menyidangkan kasus tersebut; (ii) adanya Putusan MA sebelumnya yakni akhir Agustus 2017 yang menegaskan bahwa semua warga negara India berhak menikmati hak privasinya masing-masing dan perkawinan merupakan salah satu atribut yang esensial di dalam hak privasi seseorang yang harus dijamin dan dilindungi; (iii) dan yang terakhir ialah adanya pertimbangan-pertimbangan hukum yang dilontarkan dalam sidang pendahuluan oleh 3 orang hakim panel MA India yang mengindikasikan keberpihakannya pada tuntutan yang diajukan oleh komunitas LGBT yang menghendaki dicabutnya larangan dan pemidanaan terhadap pelaku perkawinan sejenis, seperti misalnya kalimat yang berbunyi “noting that Indians who are gay should never remain in a state of fear and that societal morality also changes from age to age.” Lihat New York Times, Ibid.; Lihat juga Huffpost, “India’s Supreme Court Will Reconsider Its 2013 Gay Sex Ban,” https://www.huffingtonpost.com/entry/india-gay-sex-ban-supreme-court_us_5a538dc3e4b0efe47ebb08d5, Diakses pada tanggal 10 Januari 2018.
[8] Dalam perbincangan dan dunia LGBT, ILGA ini merupakan salah satu lembaga pegiat LGBT yang cukup terkemuka di aras internasional. Perkembangan yang terjadi di India baru-baru ini seperti yang dikemukakan diatas, juga tidak terlepas dari peran ILGA yang secara masif mensupport perjuangan kelompok yang pro terhadap LGBT di India. Dalam catatan dan laporan resminya, disebutkan bahwa ILGA memiliki lebih dari 1.200 anggota organisasi pro LGBT yang tersebar di 132 negara di seluruh dunia. Lembaga ini didirikan sejak 1978 dan berkantor pusat di Jenewa, Swiss. Lihat selengkapnya dalam official website-nya: ilga.org.
[9] Sebagai salah satu contoh dan bukti mengenai hal ini ialah diselenggarakannya sebuah event yang disebut “UN’s LGBT Core Group” dengan mengusung tema: “Path to Equality: Global Leaders Discuss Progress Towards LGBT Equality,” yang diselenggarakan di Markas Besar PBB New York, Amerika Serikat 20-21 September 2016. Acara tersebut tidak lain ditujukan untuk mempromosikan penerimaan dan perlindungan hak-hak LGBT di setiap negara anggota PBB yang tidak bisa dipungkiri membawa serta ide dan upaya untuk melegalisasikan LGBT di semua negara. Bahkan dalam petikan pidatonya, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon sempat mengatakan bahwa: “I ask those who use religious or cultural arguments to deprive LGBT people of their human rights: what do you gain by making others less equal? Is your religion or culture so weak that the only way you can sustain it is by denying others their basic rights? There is no room in our 21st century for discrimination based on sexual orientation or gender identity....... All countries have accepted the principle – enshrined in international law – that human rights are universal. Consensus is ours. Let’s insist on action.” Begitulah kata-kata Ban Ki Moon yang begitu bersemangat mengadvokasikan hak-hak LGBT namun pada saat yang bersaam ia lupa bagaimana menghormati dan menghargai hak-hak beragama warga dunia yang dinaungi oleh lembaganya (khususnya Islam) yang amat sangat melarang perbuatan LGBT. Lihat selengkapnya dalam United Nation, “Ban calls for efforts to secure equal rights for LGBT community,” http://www.un.org/sustainabledevelopment/blog/2016/09/ban-calls-for-efforts-to-secure-equal-rights-for-lgbt-community/, Diakses pada tanggal 10 Januari 2018.
[10] Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 85/PUU-XI/2013 mengenai Pengujian Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
[11] Ada sebuah Disertasi yang secara khusus mengangkat masalah hukum air di Indonesia dan perbandingannya dengan rezim hukum air di India dan Belanda. Lihat dalam Hamid Chalid, Hak-Hak Asasi Manusia atas Air: Studi tentang Hukum Air di Belanda, India dan Indonesia, Disertasi, Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.
[12] Sepanjang yang saya cermati, sekurang-kurangnya terdapat 7 Surat (dari total 114 Surat) dan 66 ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai larangan dan konsekuensi-konsekuensi hukum terhadap perbuatan LGBT. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat dilihat pada: Ensiklopedia Shirah Nabawi, “Inilah Ayat Ayat Larangan LGBT Dalam Al Quran,” http://nabimuhammad.info/inilah-ayat-ayat-larangan-lgbt-dalam-al-quran/, Diakses pada tanggal 10 Januari 2017.
[13] Ibid. Dalam hal ini, Hukum Islam dari mulai gradasi (tingkatan) yang tertinggi sampai yang terendah dalam hierarki jenis-jenis hukum Islam yakni Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad (berupa Ijma), kesemuanya sepakat dalam satu kesimpulan bahwa hubungan sesama jenis adalah terlarang. Dalil-dalil Al-Qur’an yang membicarakan mengenai larangan hubungan sesama jenis menurut Ibnu Qudamah adalah bersifat final, eksplisit, dan oleh karenanya tidak ada lagi ruang untuk perbedaan pendapat di dalam hal tersebut (sifatnya qath’i). Lihat Ibnu Qudamah dalam muslim.or.id., “Kaum Gay, Inilah Wahyu Allah Ta’ala Tentang Anda,” https://muslim.or.id/27432-kaum-gay-inilah-wahyu-allah-taala-tentang-anda.html#fnref-27432-3, Diakses pada tanggal 10 Januari 2017.