Selamat Datang di Blog Arief Ainul Yaqin

Sebuah referensi bacaan untuk memperkaya khazanah keilmuwan

Senin, 15 Oktober 2018

Pengampuan (Curatele) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

 Ø  Dasar Hukum
Masalah Pengampuan (curatele) diatur secara cukup rinci dalam Pasal 433 – 462 KUH Perdata.

Ø  Apa itu Pengampuan?
Pengampuan adalah suatu keadaan di mana orang dewasa yang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum dan bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut maka ia diletakan di bawah pengampuan berdasarkan penetapan pengadilan.

Ø  Alasan atau Kategori Orang yang Dapat Diletakan di Bawah Pengampuan
1.      Dungu;
2.      Gila;
3.      Mata gelap (orang yang sering kali hilang kesadaran dan mengamuk);
4.      Keborosan (Verkwisting).[1]

Ø  Orang yang Berhak Mengajukan Permohonan Pengampuan
     1.    Keluarga sedarah dalam garis lurus (keatas maupun kebawah) dan keluarga dalam garis kesamping sampai derajat keempat;
      2.      Suami/istri;
     3.      Bagi orang yang merasa lemah akal pikirannya, orang tersebut berhak mengajukan permohonan pengampuan untuk dirinya sendiri.[2]

Ø  Pengadilan yang Berwenang Menerima dan Memutus Permohonan Pengampuan serta Proses Persidangannya
Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya tempat berdiam orang yang dimintakan pengampuan.[3]
Pada saat mengajukan permohonan pengampuan, peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keadaan dungu, gila, mata gelap atau keborosan, harus dengan jelas disebutkan dalam surat permohonan (beserta dengan bukti-bukti dan penyebutan saksi saksinya jika ada).[4] Selanjutnya, bila diperlukan, Pengadilan dapat meminta keterangan keluarga sedarah atau semenda guna memperjelas kasus yang sedang diperiksanya itu.[5] Orang yang dimintakan pengampuan harus didengar keterangannya oleh Pengadilan sebelum Pengadilan menjatuhkan putusan/penetapan.[6]
Setelah mengadakan pemeriksaan, bila ada alasan, Pengadilan Negeri dapat mengangkat seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang dimintakan pengampuannya.[7] Bila pemeriksaan sudah dirasa cukup, Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan yang dibacakan dalam suatu persidangan yang bersifat terbuka untuk umum.[8] Atas Putusan Pengadilan Negeri tersebut, para pihak dapat mengajukan banding.[9]

Ø  Kapan Mulai Berlakunya suatu Pengampuan?
Suatu pengampuan mulai berlaku sejak saat diucapkannya putusan pengadilan yang memutuskan pengampuan yang dimaksud. Setelah itu, semua tindak perdata yang dilakukan oleh orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum. Namun demikian, seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan, tetap berhak membuat surat-surat wasiat.[10]
Sedangkan semua tindak perdata yang terjadi sebelum perintah pengampuan diucapkan berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, boleh dibatalkan, bila dasar pengampuan ini telah ada pada saat tindakan-tindakan itu dilakukan.[11] Akan tetapi penting untuk diperhatikan bahwa sekalipun kurandus dianggap dan dinyatakan tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, namun apabila kurandus melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang menyebabkan kerugian pada orang lain maka ia tetap bertanggung gugat untuk membayar ganti rugi tersebut.[12]

Ø  Pengangkatan Pengampu dan Mereka yang Berhak Diangkat sebagai Pengampu
Apabila Putusan tentang Pengampuan telah berkekuatan hukum tetap maka Pengadilan Negeri mengangkat seorang pengampu. Selanjutnya pengangkatan tersebut harus dilaporkan ke Balai Harta Peninggalan.[13]
Tentang siapa yang berhak diangkat menjadi pengampu (kurator), Pasal 451 memberikan jawabannya sebagai berikut:

“Kecuali jika ada alasan-alasan penting menghendaki pengangkatan orang lain menjadi pengampu, suami atau isteri harus diangkat menjadi pengampu bagi isteri atau suaminya, tanpa mewajibkan isteri mendapatkan persetujuan atau kuasa apa pun juga untuk menerima pengangkatan itu.”
Jadi, yang pertama-tama harus diangkat sebagai pengampu (kurator) adalah suami/istri dari orang yang diletakan dibawah pengampuan (kurandus), kecuali jika suami/istri dari kurandus telah meninggal dunia atau tidak memungkinkan lagi diserahi tanggung jawab sebagai pengampu (baik karena sakit, tidak cakap, atau halangan lainnya) maka barulah hak pengampuan dapat diberikan kepada anggota keluarga terdekat lainnya, yakni keluarga sedarah dalam garis lurus keatas maupun kebawah serta keluarga dalam garis kesamping sampai derajat keempat.[14]

Ø  Akibat Hukum Bagi Orang yang Diletakan Dibawah Pengampuan (Kurandus)
Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa, yakni tidak cakap melakukan perbuatan hukum sehingga segala perbuatan hukumnya harus dilakukan/diwakili oleh kuratornya.[15]

Ø  Berakhirnya Suatu Pengampuan
Suatu pengampuan dapat berakhir karena alasan-alasan/sebab-sebab sebagai berikut:
               1.      Alasan Absolut:
a.       meninggalnya kurandus; dan
b.      adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan alasan-alasan pengampuan telah hapus.
               2.      Alasan relatif:
a.       Meninggalnya kurator;
b.      kurator dipecat atau dibebastugaskan; dan
c.       suami diangkat sebagai kurator yang dahulunya berstatus sebagai kurandus.[16]




[1] Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
[2] Ibid, Pasal 434.
[3] Ibid, Pasal 435.
[4] Ibid, Pasal 437.
[5] Ibid, Pasal 438.
[6] Ibid, Pasal 439.
[7] Ibid, Pasal 441.
[8] Ibid, Pasal 442.
[9] Ibid, Pasal 443.
[10] Ibid, Pasal 446.
[11] Ibid, Pasal 447.
[12] R. Soetodjo Prawirohamidjodjo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga, Airlangga University Press, Surabaya, 1991, hlm. 240.
[13] Pasal 449 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
[14] Ibid, Pasal 433.
[15] Ibid, Pasal 452.
[16] Ibid, Pasal 460.