Ø Dasar
Hukum
Masalah
Pengampuan (curatele) diatur secara
cukup rinci dalam Pasal 433 – 462 KUH Perdata.
Ø Apa
itu Pengampuan?
Pengampuan adalah suatu keadaan di mana orang dewasa
yang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap untuk melakukan
perbuatan hukum dan bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut maka ia
diletakan di bawah pengampuan berdasarkan penetapan pengadilan.
Ø Alasan
atau Kategori Orang yang Dapat Diletakan di Bawah Pengampuan
1.
Dungu;
2.
Gila;
3.
Mata
gelap (orang yang sering kali hilang kesadaran dan mengamuk);
4.
Keborosan
(Verkwisting).[1]
Ø Orang
yang Berhak Mengajukan Permohonan Pengampuan
1. Keluarga
sedarah dalam garis lurus (keatas maupun kebawah) dan keluarga dalam garis
kesamping sampai derajat keempat;
2.
Suami/istri;
3.
Bagi
orang yang merasa lemah akal pikirannya, orang tersebut berhak mengajukan
permohonan pengampuan untuk dirinya sendiri.[2]
Ø Pengadilan
yang Berwenang Menerima dan Memutus Permohonan Pengampuan serta Proses
Persidangannya
Semua
permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang dalam daerah
hukumnya tempat berdiam orang yang dimintakan pengampuan.[3]
Pada
saat mengajukan permohonan pengampuan, peristiwa-peristiwa yang menunjukkan
keadaan dungu, gila, mata gelap atau keborosan, harus dengan jelas disebutkan
dalam surat permohonan (beserta dengan bukti-bukti dan penyebutan saksi saksinya
jika ada).[4]
Selanjutnya, bila diperlukan, Pengadilan dapat meminta keterangan keluarga
sedarah atau semenda guna memperjelas kasus yang sedang diperiksanya itu.[5]
Orang yang dimintakan pengampuan harus didengar keterangannya oleh Pengadilan
sebelum Pengadilan menjatuhkan putusan/penetapan.[6]
Setelah
mengadakan pemeriksaan, bila ada alasan, Pengadilan Negeri dapat mengangkat
seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang
dimintakan pengampuannya.[7]
Bila pemeriksaan sudah dirasa cukup, Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan yang
dibacakan dalam suatu persidangan yang bersifat terbuka untuk umum.[8]
Atas Putusan Pengadilan Negeri tersebut, para pihak dapat mengajukan banding.[9]
Ø Kapan
Mulai Berlakunya suatu Pengampuan?
Suatu
pengampuan mulai berlaku sejak saat diucapkannya putusan pengadilan yang
memutuskan pengampuan yang dimaksud. Setelah itu, semua tindak perdata yang
dilakukan oleh orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, adalah batal demi
hukum. Namun demikian, seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena
keborosan, tetap berhak membuat surat-surat wasiat.[10]
Sedangkan
semua tindak perdata yang terjadi sebelum perintah pengampuan diucapkan
berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, boleh dibatalkan, bila dasar
pengampuan ini telah ada pada saat tindakan-tindakan itu dilakukan.[11]
Akan tetapi penting untuk diperhatikan bahwa sekalipun kurandus dianggap dan
dinyatakan tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, namun apabila kurandus
melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad) yang menyebabkan kerugian pada orang lain maka ia tetap bertanggung
gugat untuk membayar ganti rugi tersebut.[12]
Ø Pengangkatan
Pengampu dan Mereka yang Berhak Diangkat sebagai Pengampu
Apabila
Putusan tentang Pengampuan telah berkekuatan hukum tetap maka Pengadilan Negeri
mengangkat seorang pengampu. Selanjutnya pengangkatan tersebut harus dilaporkan
ke Balai Harta Peninggalan.[13]
Tentang
siapa yang berhak diangkat menjadi pengampu (kurator), Pasal 451 memberikan
jawabannya sebagai berikut:
“Kecuali
jika ada alasan-alasan penting menghendaki pengangkatan orang lain menjadi pengampu,
suami atau isteri harus diangkat menjadi
pengampu bagi isteri atau suaminya, tanpa mewajibkan isteri mendapatkan
persetujuan atau kuasa apa pun juga untuk menerima pengangkatan itu.”
Jadi,
yang pertama-tama harus diangkat sebagai pengampu (kurator) adalah suami/istri
dari orang yang diletakan dibawah pengampuan (kurandus), kecuali jika
suami/istri dari kurandus telah meninggal dunia atau tidak memungkinkan lagi
diserahi tanggung jawab sebagai pengampu (baik karena sakit, tidak cakap, atau
halangan lainnya) maka barulah hak pengampuan dapat diberikan kepada anggota
keluarga terdekat lainnya, yakni keluarga sedarah dalam garis lurus keatas
maupun kebawah serta keluarga dalam garis kesamping sampai derajat keempat.[14]
Ø Akibat
Hukum Bagi Orang yang Diletakan Dibawah Pengampuan (Kurandus)
Orang
yang ditempatkan di bawah pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa,
yakni tidak cakap melakukan perbuatan hukum sehingga segala perbuatan hukumnya
harus dilakukan/diwakili oleh kuratornya.[15]
Ø Berakhirnya
Suatu Pengampuan
Suatu
pengampuan dapat berakhir karena alasan-alasan/sebab-sebab sebagai berikut:
1.
Alasan
Absolut:
a.
meninggalnya
kurandus; dan
b.
adanya
putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan alasan-alasan
pengampuan telah hapus.
2.
Alasan
relatif:
a.
Meninggalnya
kurator;
b.
kurator
dipecat atau dibebastugaskan; dan
c.
suami
diangkat sebagai kurator yang dahulunya berstatus sebagai kurandus.[16]
[1] Pasal 433 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
[2] Ibid, Pasal 434.
[3] Ibid, Pasal 435.
[4] Ibid, Pasal 437.
[5] Ibid, Pasal 438.
[6] Ibid, Pasal 439.
[7] Ibid, Pasal 441.
[8] Ibid, Pasal 442.
[9] Ibid, Pasal 443.
[10] Ibid, Pasal 446.
[11] Ibid, Pasal 447.
[12] R. Soetodjo Prawirohamidjodjo
dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan
Keluarga, Airlangga University Press, Surabaya, 1991, hlm. 240.
[13] Pasal 449 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
[14] Ibid, Pasal 433.
[15] Ibid, Pasal 452.
[16] Ibid, Pasal 460.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar