Selamat Datang di Blog Arief Ainul Yaqin

Sebuah referensi bacaan untuk memperkaya khazanah keilmuwan

Kamis, 13 Desember 2018

Peran dan Fungsi Prolegnas dalam Pembangunan Hukum Nasional

Pembentukan undang-undang merupakan bagian integral dari pembangunan hukum nasional, terutama pembangunan materi hukum (legal substance).[1] Dalam konteks negara hukum Indonesia sebagai Negara Hukum Pancasila[2] yang secara historis banyak dipengaruhi oleh sistem hukum eropa kontinental, kendati pun secara tegas kita menyatakan bukan penganut murni sistem hukum eropa kontinental, namun sepertinya adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa negara ini memang masih banyak menumpahkan perhatian pada peraturan perundang-undangan sebagai tumpuan dalam membangun hukum nasional.[3] Misalnya sebagaimana ditulis oleh Marjane Termorshuizen:
“The Indonesian concept Negara Hukum has been derived from he western conception of rechstaat during the first period after their independence (1945), … which influenced by European than by American type. The reason therefore is hat conceqeunce of long lasting former colonialization law in the middle of twentieth century was still much more affected by European (Ducht) than American (common law doctrine).”[4]
Kenyataannya, di negara ini memang banyak sekali undang-undang yang telah, tengah, dan akan dibentuk. Kehadiran dan peranan undang-undang yang demikian signifikan tersebut tentu tidak terlepas dari tradisi hukum yang kita anut, yaitu tradisi (sistem) hukum pancasila yang berakar dari budaya bangsa yang dilandasi nilai-nilai pancasila yang juga banyak dipengaruhi oleh alam pemikiran eropa kontinental dimana peraturan perundang-undangan mempunyai peranan penting di dalamnya.
Mengenai peranan peraturan perundang-undangan dalam sebuah negara, Bagir Manan dan Kuntana Magnar mengatakan bahwa peranan pertama perundang-undangan dalam suatu negara, akan ditentukan oleh tradisi hukum yang dianut oleh negara yang bersangkutan.[5]
Secara garis besar ada dua tradisi hukum dunia yang secara ektrem berbeda dan bertolak belakang dalam menilai peranan peraturan perundang-undangan. Pertama, sistem eropa kontinental, negara-negara yang menganut tradisi hukum ini menempatkan peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama (dasar) bagi sistem hukumnya. Kedua, sistem anglo saxon, negara-negara penganutnya menempatkan jurisprudensi sebagai sendi utama (dasar) bagi sistem hukumnya.[6]
Dari uraian diatas nampaklah bahwa sekalipun saat ini kita memang telah berdiri di atas Sistem Hukum Pancasila dan negara hukumnya pun disebut Negara Hukum Pancasila, namun tidak dapat dinafikan bahwa sistem yang kita anut memang lebih cenderung kepada tradisi hukum yang membutuhkan peraturan perundang-undangan (eropa kontinental), meskipun juga kita tetap mengakui dan memberi tempat kepada hukum yang tidak tertulis yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat (living law). Dalam Sistem Hukum dan Negara Hukum Pancasila, kita menghendaki adanya kepastian hukum yang berkadilan dan keadilan yang berkepastian hukum.
Untuk mengagregasi kebutuhan akan peraturan perundang-undangan yang sangat dibutuhkan sebagai bagian dari pembangunan hukum nasional maka diperlukan juga tata cara pembentukan undang-undang yang baik berdasarkan prosedur yang mantap. Karena undang-undang yang baik dan berkualitas hanya mungkin terlahir dari proses yang juga baik dan cermat dari awal hingga akhir pembentukannya.
Perencanaan pembentukan undang-undang sebagai proses pertama (pendahuluan) dalam kegiatan pembentukan undang-undang menjadi salah satu prasyarat lahirnya undang-undang yang  berkualitas dan harmonis, baik secara vertikal maupun horizontal. Sedangkan menurut Pasal 16 UU No. 12 Tahun 2011, perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam Prolegnas. Program Legislasi Nasional adalah proses/tahapan yang wajib ditempuh dalam setiap pembentukan undang-undang. Tidak boleh ada satu pun RUU yang dibahas oleh DPR dan Pemerintah tanpa terlebih dahulu di proses dan terdaftar dalam Prolegnas atau tambahannya melalui mekanisme pengajuan RUU di luar Prolegnas menurut pasal 23 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011.
Dengan demikian perencanaan pembentukan undang-undang dalam Prolegnas menjadi salah satu tahapan dan prosedur yag telah ditetapkan oleh UU No. 12 Tahun 2011, sehingga tidak boleh dilanggar dengan konsekuensi apabila mekanisme itu diabaikan/dilanggar  maka dapat dibatalkan oleh MK melalui uji formil (formil review). Uji formal tersebut tertuju pada (dapat) membatalkan seluruh isi undang-undang yang dimohonkan pengujian.[7] Dalam hal ini Prolegnas dianalogikan sebagai rahim tempat dikandungnya RUU, melalui Rahim itulah kemudian RUU itu akan dilahirkan menjadi undang-undang, tentunya setelah melalui serangkaian proses pembentukan oleh DPR bersama Presiden.[8]
Pada tahap inilah Prolegnas memainkan peran penting untuk turut membangun hukum nasional karena pada tahap itulah program pembentukan undang-undang direncanakan dan diperhitungkan secara cermat, terencana, dan terpadu.[9]
Andi Matalata ketika menjabat Menkum dan HAM (2008) juga mengemukakan mengenai peran penting Prolegnas dalam pembangunan hukum nasional. Disebutkannya bahwa Prolegnas memiliki kedudukan penting dalam pembangunan hukum nasional karena program ini secara sistematis menetapkan prioritas RUU yang akan dibahas oleh DPR bersama Pemerintah. Oleh sebab itu Prolegnas diharapkan menjadi pedoman dan pengendali penyusunan undang-undang yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuknya. Dengan demikian nampaklah bahwa penyusunan Prolegnas berperan penting dalam pembangunan sistem hukum nasional, sekaligus mencerminkan politik hukum dan arah kebijakan pembangunan di bidang substansi (materi) hukum.[10]
Program Legislasi Nasional mempunyai peran dan fungsi sebagai intrumen atau mekanisme dimana pembangunan hukum nasional, terutama pembangunan materi hukum, direncanakan dan diprogram secara terencana, terpadu, dan sistematis. Prolegnas sebagaimana dimaksud diatas berisi daftar RUU yang akan dibahas dan dibentuk oleh pembentuk undang-undang dalam periode tertentu. Program Legislasi Nasional secara operasional merupakan pedoman bagi pembentuk undang-undang dalam menentukan arah kebijakan legislasi (legislative policy), khususnya mengenai jumlah dan materi (judul) undang-undang apa saja yang akan dibentuk.
Menurut Mahfud M.D., keharusan adanya Prolegnas dimaksudkan agar semua undang-undang yang akan dibuat dapat dinilai terlebih dahulu kesesuaiannya dengan Pancasila dan UUD 1945 melalui perencanaan dan pembahasan yang matang. Dalam pada itu Prolegnas menjadi penyaring isi Pancasila dan UUD di dalam suatu undang-undang dengan dua fungsi:
Pertama, sebagai potret rencana isi hukum untuk mencapai tujuan negara yang sesuai dengan pancasila, UUD 1945, dan sistem hukum nasional selama lima tahun. Kedua, sebagai mekanisme atau prosedur pembuatan agar apa yang telah ditetapkan sebagai rencana dapat dilaksanakan dengan prosedur dan mekanisme yang benar.[11]
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa Prolegnas mempunyai andil yang penting dalam pembangunan hukum nasional, khususnya pembangunan materi hukum (legal substance).
Dalam perpektif pembangunan hukum nasional inilah, Prolegnas diharapkan dapat mengarahkan pembangunan hukum sehingga terwujud konsistensi dan harmonisasi seluruh peraturan perundang-undangan dalam satu naungan sistem hukum nasional.[12] Hal mana dapat terwujud melalui perencanaan pembentukan undang-undang yang terencana, terpadu dan sistematis melalui Prolegnas. Oleh karena pada gilirannya, perencanaan penyusunan undang-undang yang tertuang dalam Prolegnas itu akan turut menentukan bagaimana potret pembangunan dan pembinaan hukum nasional.



[1] Ahmad Muliadi, Politik Hukum, Akademia Permata, Padang, 2013, hlm. 124.
[2] Dalam pandangan Mahfud M.D., Negara Hukum Pancasila merupakan negara hukum yang berdiri diatas Sistem Hukum Pancasila, yaitu suatu sistem hukum khas bangsa Indonesia yang berbeda dari sistem hukum lainnya. Lihat Mahfud M.D., Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen Konstitusi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 6-8.
Hal yang senada juga dikemukakan secara tegas oleh Philipus M. Hadjon yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum Pancasila dengan ciri-ciri yang terdiri dari  dua prinsip pokok yaitu penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat dan asas kerukunan nasional. Lihat Philipus M. Hadjon dalam I Dewa Gede Atmadja, Hukum Konstitusi, Edisi Revisi, Cet. Kedua, Setara Press, Malang, 2012, hlm. 162.
[3] Rachmat Trijono, Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, Papas Sinar Sinanti, Depok, 2013, hlm. 28-30.
[4] Marjane Termorshuizen, The Concept Rule of Law, dalam Jurnal Hukum Jantera, Edisi Ketiga, Tahun III, April-Juni 2006, hlm. 103.
[5] Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Peranan Peraturan Perundang-undangan dalam Pembinan Hukum Nasional, CV Armico, Bandung, 1987, hlm. 13.
[6] Bagir Manan dalam Solly Lubis, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm. 7.
[7] Mahfud M.D., Permasalahan Aktual Koordinasi Prolegnas, Makalah Disampikan pada Loka Karya 30 Tahun Prolegnas yang Diselenggarakan oleh BPHN, Jakarta, 19-21 November 2007, hlm. 7.
[8] Yang dimaksud dengan RUU tertenu adalah RUU yang menyangkut kepentingan daerah yang menjadi wewenang DPD untuk mengajukan dan ikut membahasnya berdasarkan Pasal 22D ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945.
[9] Lihat Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hlm. 37-75.
[10] Andi Matalata dalam Tiga Dekade Prolegnas dan Peran BPHN, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2008, hlm. 5-8.
[11] Mahfud M.D., Permasalahan Aktual Kordinasi Prolegnas, Op.Cit., hlm. 6.
[12] Badan Legislasi DPR RI, Evaluasi Prolegnas 2005-2009, Diterbitkan oleh Badan Legislasi DPR RI, Jakarta, 2009, hlm. 2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar