Selamat Datang di Blog Arief Ainul Yaqin

Sebuah referensi bacaan untuk memperkaya khazanah keilmuwan

Rabu, 19 Desember 2018

Sekilas Sistem Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Amerika Serikat (California & Virginia)


Indonesia
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Meskipun rumusan itu agak rancu karena bercampur aduknya pengertian bentuk negara dengan bentuk pemerintahan, namun dapatlah dimaklumi bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan dan bentuk pemerintahannya adalah republik.[1] Dikemukakannya bentuk negara Indonesia yang menganut unitarisme (kesatuan) ini penting dikemukakan di awal karena bentuk negara daripada suatu negara akan menentukan format hubungan pusat dan daerah, apakah akan diikat dalam bingkai kesatuan atau federalisme (serikat).
Secara konstitusional, pengaturan mengenai Pemerintahan Daerah di Indonesia telah dituangkan dalam konstitusi, tepatnya pada Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B UUD 1945. Khusus mengenai sistem pemilihan kepala daerah, Pasal 18 ayat (4) UUD hanya menetapkan aturan pokoknya saja, yaitu dengan menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis (tanda tebal oleh penulis).”
Berdasarkan rumusan diatas dapat dipahami bahwa UUD hanya menentukan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis. Sedangkan pemaknaan atau pengejawantahan dari kata-kata “dipilih secara demokratis” itu akan seperti apa, apakah dipilih secara langsung oleh rakyat atau melalui cara demokratis lainnya, UUD menyerahkan sepenuhnya pilihan-pilihan itu kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya dalam undang-undang.[2]
Untuk menerjemahkan dan mengejawantahkan amanat konstitusional yang termaktub dalam Pasal 18 ayat (4) UUD sebagaimana dimaksud diatas, pembentuk undang-undang (DPR bersama Presiden) baru baru ini telah menetapkan legal policy-nya dengan mengeluarkan UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Undang-Undang No.1 Tahun 2015 itu sendiri saat ini telah dilengkapi dan disempurnakan dengan UU No. 8 Tahun 2015 (Perubahan Pertama) dan UU No. 10 Tahun 2016 (Perubahan Kedua).
Berdasarkan undang-undang tersebut, Pemilihan Kepala Daerah tetap dilakukan secara langsung. Format pemilihan kepala daerah yang akhirnya tetap dilaksanakan secara langsung ini merupakan hasil perdebatan dan diskursus yang panjang atas sejumlah opsi yang muncul sebagai akibat rumusan yang terbuka (open legal policy) dari Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Bahkan, Perppu No. 1 Tahun 2014 yang kemudian ditetapkan menjadi UU No. 1 Tahun 2015 ini pun tidak lain merupakan buah dari polemik dan perdebatan antara dua pendapat yang saling berhadap-hadapan, yaitu antara opsi pemilihan langsung atau tidak langsung (melalui DPRD). Sebelumnya, melalui UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pemilihan kepala daerah ditetapkan melalui cara pemilihan tidak langsung  (melalui DPRD). Akan tetapi, karena mendapat penolakan yang luas dan masif akhirnya UU No. 22 Tahun 2014 itu segera dicabut oleh Presiden melalui Perppu No. 1 Tahun 2014.
Menurut UU No. 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2015, Pemilihan Kepala Daerah akan diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia.[3] Namun pemilihan serentak itu akan dilakukan secara bertahap dari mulai tahun 2015, mengingat adanya perbedaan habisnya masa bakti kepada daerah di Indonesia.[4]
Amerika Serikat
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Amerika adalah negara yang berbentuk federal (serikat). Hal itu dapat dengan mudah kita ketahui misalnya dengan membaca Preambule of the U.S Constitution yang berbunyi:
“We the People of the United States, in Order to form a more perfect Union, establish Justice, insure domestic Tranquility, provide for the common defence, promote the general Welfare, and secure the Blessings of Liberty to ourselves and our Posterity, do ordain and establish this Constitution for the United States of America.”
Dengan bentuk negaranya yang federal maka sudah barang tentu terdapat perbedaan mendasar antara AS dan Indonesia dalam soal rancang bangun atau format hubungan antara pusat dan daerah.
Sebelum lebih lanjut membahas tentang sistem pemilihan kepala daerah di AS, perlu kiranya dikemukakan di awal bahwa istilah atau nomenklatur yang terjemahannya sebanding dengan “daerah” sebagaimana istilah itu digunakan di Indonesia, tidak dikenal/digunakan di AS yang notabene berbentuk federal. Nomenklatur yang digunakan untuk menyebut “daerah” setingkat provinsi di AS adalah “State” yang berarti “Negara Bagian” sedangkan nomenklatur yang digunakan untuk menyebut “daerah” setingkat kota/kabupaten adalah “city atau municipal.”
Salah satu ciri yang kemudian membedakan antara negara-negara federal dengan negara kesatuan adalah, tidak diaturnya seluk beluk pemerintahan daerah di dalam konstitusi federal sebagaimana hal itu biasanya diatur dalam konstitusi negara-negara kesatuan. Jika pun diatur, maka pengaturan itu biasanya hanya menggambarkan hubungan antara negara bagian dengan negara federal atau antara pemerintah negara bagian dengan pemerintah negara federal. Hal itu disebabkan karena kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangga masing-masing negara bagian sepenuhnya menjadi wewenang negara bagian dan biasanya akan diatur dalam konstitusi negara bagian, bukan dalam konstitusi federal.[5]
Apa yang telah disebutkan diatas nampaknya juga berlaku di AS. Dalam Konstitusi AS, pengaturan mengenai “States” atau “Negara-Negara Bagian” hanya dimaktubkan secara sekilas pada Article IV (The States) dan materinya pun tidak sampai mengatur perihal sistem pemilihan kepala/gubernur negara bagian.[6] Sebagaimana dikatakan oleh Erwin Chemerinsky “the federalist structure of the governmnet is much less apparent from the text of the Constitution than is the separation of powers.”[7] Maksudnya, pengaturan mengenai sistem pembagian kekuasaan secara vertikal (anatar pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian) di dalam Konstitusi AS sangat terbatas dan tidak segamblang pengaturan mengenai sistem pemisahan kekuasaan secara horizontal diantara tiga (3) cabang kekuasaan pemerintahan federal (legislatif, eksekutif, dan yudisial). Karenanya, perihal sistem pemilihan gubernur negara bagian, termasuk dengan cara apa ia dipilih, apakah secara langsung atau melalui lembaga perwakilan, sepenuhnya menjadi yurisdiksi/kedaulatan dari masing-masing negara bagian untuk mengaturnya (umumnya dalam Konstitusi Negara Bagian). Konsekuensinya, akan terdapat beragam pola atau sistem pemilihan gubernur di AS, karena pengaturan akan hal itu diserahkan kepada masing-masing negara bagian.
Berdasarkan kenyataan diatas maka diperoleh kesimpulan bahwa memperbandingkan sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia dengan sistem pemilihan gubernur di AS tidak bisa dilakukan secara nasional, karena pengaturan mengenai hal itu secara nasional tidak dimungkinkan sebab AS menganut sistem federalisme. Yang dapat dilakukan ialah dengan megambil contoh/sampel dari beberapa negara bagian di AS. Oleh karenanya dibawah ini akan diajukan beberapa contoh singkat tentang pemilihan gubernur di dua (2) negara bagian AS.
Di Negara Bagian Texas, terdapat jabatan Gubernur (Governor) dan wakil gubernur yang disebut Lieutenant Governor. Keduanya dipilih dalam satu paket pemilihan oleh rakyat di negara bagian yang bersangkutan yang waktunya bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif. Jadi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Texas dilakukan secara langsung dan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif negara bagian.[8]
Di Negara Bagian California, Gubernur dan Lieutenant Governor dipilih pada waktu yang bersamaan (pada Pemilu Negara Bagian) akan tetapi keduanya merupakan jabatan yang terpisah dan tidak dipilih dalam satu paket. Masa jabatan Gubernur dan Lieutenant Governor adalah empat (4) tahun.[9]
            Sistem pemilihan gubernur yang serupa dengan Negara Bagian California itu juga berlaku di Negara Bagian Virginia. Hanya saja Konstitusi Virginia lebih lengkap mengatur pemilihan gubernur disana, yaitu dengan menyatakan bahwa jika terdapat dua atau lebih calon gubernur yang perolehan suaranya sama maka penentuan gubernur terpilih akan dilakukan oleh Parlemen Negara Bagian (General Assembly) dengan suara terbanyak.[10]
          

[1] Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Kedua, Cet. Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 209-211.
[2] Pasal 1 ayat (7) UUD 1945 memberikan kewenangan untuk mengatur perihal susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk mengenai tata cara pemilihan Kepala Daerah, kepada pembentuk undang-undang untuk diatur dalam undang-undang.
[3] Vide Pasal 3 Undang-Undang No. UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
[4] Vide Pasal 201 dan Pasal 202 UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 2015.
[5] Lihat Soehino, llmu Negara, Edisi Ketiga, Cet. Kelima, Liberty, Yogyakarta, 2005, hlm. 226-227.
[6] Vide Article IV (The States) United States Constitution.
[7] Erwin Chemerinsky, Constitutional Law: Principles and Politics, 3rd Edition, Aspen Publishers, New York, 2006, hlm. 3.
[8] Vide Article 4 Section 2 Texas Constitution. Pendapat penulis yang didasarkan pada bunyi ketentuan Konstitusi Texas ini berbeda dengan apa yang dikatakan Prof. Jimly Asshiddiqie dimana ia mengatakan bahwa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di Texas dipilih secara terpisah (tidak satu paket). Lihat pendapat tersebut dalam Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Edisi Kedia, Cet. Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 248.
[9] Vide Article 5 Section 2 dan Section 11 California State Constitution. Lihat juga Jimly Asshiddiqie, Loc. Cit.
[10] Vide Article 5 Section 2 dan Section 13 Constitution of Virgina; Untuk diketahui bahwa Konstitusi Virginia ini baru saja mengalami amandemen pada Januari 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar