Selamat Datang di Blog Arief Ainul Yaqin

Sebuah referensi bacaan untuk memperkaya khazanah keilmuwan

Selasa, 22 Januari 2019

Ironi Pengadaan Sukhoi SU 35 dan Minimnya Sistem Pertahanan Udara


Hampir tidak ada yang memungkiri bahwa Sukhoi SU 35 adalah salah satu pesawat tempur terkuat di dunia dengan kemampuan superioritas udara yang mengagumkan, hanya tertinggal sedikit dalam hal teknologi stealth (siluman) di belakang F-35 dan F-22 Amerika. Membanggakan bila kita punya fighter ini untuk mengawal ruang udara kita. Tapi untuk bisa melindungi kita tentu pesawat ini harus bisa lepas landas dan mengudara.
Sayangnya saya hampir tidak melihat adanya usaha yang signifikan dari satu pemerintah ke pemerintah berikutnya untuk melengkapi dan melindungi aset-aset udara kita ini dengan sistem pertahanan udara yang lengkap dan berlapis dari mulai pertahanan udara jarak pendek, jarak menengah, dan jarak jauh.
Terakhir saya hanya mengetahui adanya pembelian sistem pertahanan udara jarak pendek, itu pun masih menggunakan sistem munisi peluru (bukan peluru kendali) dengan jarak tembak ke udara yang sangat terbatas, yaitu hanya 4 KM, Oerlikon Skyshield namanya, buatan Rheinmetall Swiss-Jerman.[1] Benar bahwa sistem ini juga bisa berguna dan harus kita punyai, tapi semestinya sistem ini difungsikan sebagai pelapis yang terakhir untuk menangkal serangan/target udara yang sebelumnya gagal dieleminasi oleh sistem pertahanan udara jarak jauh dan jarak menengah. Dalam mekanisme penangkalan yang seperti itulah mestinya Oerlikon Skyshield digunakan dan diandalkan, bukannya menjadi sistem penangkis serangan udara yang pertama dan satu-satunya.
Pemerintah mestinya sudah tahu betul bahwa tren peperangan modern saat ini seperti yang telah dipertontonkan antara lain dalam Perang 6 hari Arab-Israel th 1967, Perang Teluk 1 th 1991, Perang Teluk 2 th 2003, dan Invasi NATO ke Libya th 2011, menunjukan bahwa negara-negara yang kuat akan terlebih dahulu menghancurkan aset-aset udara musuh seperti pesawat-pesawat tempur selagi pesawat-pesawat itu masih terparkir di tanah. Mereka tidak akan memberikan kesempatan pesawat-pesawat tempur musuh mengudara dan melancarkan sarangan. Pesawat-pesawat musuh akan dihancurkan selagi masih di darat, jauh sebelum mereka sadar dan siap melakukan pertempuran udara.
Serangan pendahuluan semacam itu akan memberikan keuntungan yang sangat menentukan bagi pihak penyerang, karena bisa melumpuhkan aset-aset militer terpenting musuh jauh sebelum aset-aset itu digerakan dan siap tempur. Sisanya penyerang hanya tinggal menyelesaikan peperangan sporadis di jalan-jalan tanpa bahaya yang berarti karena aset-aset militer lawan yang besar-besar sudah dinetralisir sebelum pasukan darat mereka diterjunkan ke medan perang. Siapa yang bisa membantah tren dan gaya perang Amerika cs ini? Saya kira tidak akan ada.
Negara-negara dengan sistem pertahanan udara yang lemah seperi yang telah terjadi dalam perang-perang yang disebutkan diatas akan segera menderita kekalahan militer. Aset-aset militer mereka seperti pangkalan AU, pangkalan AL, pusat-pusat komunikasi dan komando, gudang senjata, dan markas kavaleri akan dihancurkan dengan cepat oleh serangan udara yang sangat mematikan sehingga mengikis habis harapan mereka untuk memenangkan perang.
Kita memang tidak mempunyai potensi konflik dan eskalasi ketegangan apa pun dengan Amerika, Israel, dan negara-negara NATO yang biasa mempraktekan gaya peperangan cepat seperti digambarkan diatas. Akan tetapi memetik pelajaran dan mengantisipasi kesalahan seperti itu juga tidak ada salahnya bukan? caranya tidak lain dengan melengkapi dan memperkuat sistem pertahanan udara kita sampai teritori kita benar-benar berada dalam perlindungan yang kuat dan berlapis. Wilayah yang sudah dilindungi oleh sistem pertahanan udara saja kadang dalam beberapa kasus masih bisa disiasati dan ditembus, apalagi yang tidak terlindungi sama sekali, tentu itu merupakan kesalahan fatal.
Terlebih lagi jika kita mengikuti peta dan dinamika keamanan global, atau setidaknya dinamika kawasan di mana kita tinggal. Kita tahu bahwa Australia adalah salah satu negara yang ikut serta dalam program pengembangan jet siluman F-35 buatan Lockheed Martin AS dan telah memesan 72 unit. Per tanggal 10 Des 2018 yang lalu, Australia sudah menerima 2 dari 72 F-35 pesanannya. Belum lagi negara tetangga kita Singapura yang baru-baru ini juga menyatakan minatnya terhadap F-35 yang jika berhasil dalam proses pengadaannya akan menambah daftar negara terdekat kita yang mempunyai jet siluman.[2] Keberadaan jet-jet siluman yang punya kemampuan lolos dari pantauan radar di sekeliling kita itu meskipun bukan ancaman langsung terhadap eksistensi kita akan tetapi tetap harus diwaspadai dan diantisipasi untuk menghindari skenario terburuk jika terjadi konfrontasi di masa mendatang. Hanya sistem pertahanan udara yang mumpuni dan disediakan secara berlapis yang bisa menetralisir potensi ancaman tersebut.
Jika tidak ingin Sukhoi SU-35 yang kita banggakan ini menjadi seonggok besi yang terbakar oleh Rudal atau bom musuh (jika seandainya itu terjadi), maka sudah seharusnya kita melindungi markas di mana dia berada dengan sistem pertahanan udara yang kuat. Pesawat tempur secanggih apa pun, ia tidak akan mampu mengelak dari serangan udara selagi ia masih terparkir di tanah. Oleh karena itu ia tetap membutuhkan proteksi sistem pertahanan udara untuk memastikan tidak ada satu peluru pun yang bisa menyerangnya selagi ia berada dalam home base-nya.
Tentu tak satu pun dari kita yang menginginkan perang, tapi jika pun itu harus terjadi tentu (mau tidak mau) kita harus siap. Seperti yang dikatakan oleh Leon Trotsky "you may not be interested in war, but war is interested in you."




[1] Informasi mengenai spesifikasi sistem Oerlikon Skyshield ini diperoleh langsung dari Brosur resmi yang dikeluarkan oleh perusahaan pembuatnya, yaitu Rheinmetall. Brosur ini tersedia dan dan dapat diunduh pada laman: https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiE8biqzYDgAhUMbo8KHfiCC94QFjAFegQIBBAC&url=http%3A%2F%2Fwww.ceptm.iue.edu.ar%2Fpdf%2FRAMSystem.pdf&usg=AOvVaw2Bcu8tAu9hzN170VKk-cwU, Diakses pada tanggal 22 Januari 2019.
[2] Kompas, Singapura Bakal Beli Jet Tempur F-35 untuk Gantikan F-16, https://internasional.kompas.com/read/2019/01/18/17335601/singapura-bakal-beli-jet-tempur-f-35-untuk-gantikan-f-16, Diakses pada tanggal 22 Januari 2019.
DefenseNews, F-35 Fighters Arrive on Australian Soil, https://www.defensenews.com/global/asia-pacific/2018/12/10/f-35-fighters-arrive-on-australian-soil/, Diakses pada tanggal 22 Januari 2019.