Selamat Datang di Blog Arief Ainul Yaqin

Sebuah referensi bacaan untuk memperkaya khazanah keilmuwan

Rabu, 01 Juni 2011

Bangsaku Tidak Tua dan Rapuh

       Lagi lagi mass media kita harus menempatkan berita pelecehan dan pelanggaran kedaulatan terhadap bangsanya sendiri. Tiga petugas patroli laut Kementiran kelautan dan perikanan RI ditangkap oleh Kepolisian Diraja Malaysia, dalam kronologisnya jelas tidak ada kesalahan dipihak RI karena ketiga petugas DKP itu sedang berpatroli dan menemukan 7 nelayan Malaysia memasuki wilayah kedaulatan Indonesia. Petugas DKP membawanya untuk diproses secara hukum.Namun ketika dalam perjalanan, petugas DKP itu dihadang oleh Polisi Diraja Malaysia dan singkat kata Polisi Diaraja Malaysia menagkap 3 petugas DKP kita.

       Dari kronologi diatas, sungguh berita ini membuat kita semua yang mecintai setiap jengkal wilayah Indonesia merasa dilecehkan dan dipermainkan oleh sikap barbar petugas Malaysia. Sudah lupakah mereka tentang garis sosio kultur yang sama yang mengikat bangsa mereka dan bangsa kita ? Lupakah mereka bahwa mereka saudara kita dalam rumpun Ras Melayu ? dan yang terpenting adalah masih ingatkah mereka bahwa kita adalah negara yang merdeka dan berdaulat yang tidak boleh dilanggar kedaulatannya ?

       Kesal dan marah rasanya kita sebagai rakyat Indonesia diperlakukan seperti itu oleh Malaysia yang notabennya hanya negara kecil. Ada apa dengan bangsa ini, atau mungkin jika dikerucutkan seperti segitiga, ada apa dengan para pemimpin kita yang tidak bisa berbuat banyak selain hanya mengirim surat-surat dan diplomat-diplomat ??? Pemerintahan saat ini sama sekali tidak mempunyai detterence power, khususnya dibidang politik luar negeri. Dan bila anda perlu bukti, peristiwa penangkapan petugas DKP inilah salah satu buktinya.

       "Si Vis Pacem Para Bellum" begitulah ucapan Julius caesar, ksatria sekaligus Kaisar Romawi yang artinya: Jika ingin berdamai maka bersiaplah perang. Mitologi Perang adalah legenda hidup dari manusia pertama sampai zaman sekarang ini, bahkan berkali-kali kita sebagai bangsa Indonesia pernah melakukannya dan mungkin saja akan melakukannya lagi (walaupun tidak tahu kapan akan terjadi). Pemerintahan sekarang sudah lupa dengan kedigdayaan kita dimasa silam, Pemerintahan kita di ninabobokan oleh filsafat perdamaian. Walaupun Perang bukan satu-satunya jalan untuk mengukuhkan eksistensi dan kredibilitas Indonesia dikancah internasional namun para pemimpin kita harus diingatkan bahwa Republik ini didirikan dengan tumpah darah dan peperangan. Bukan perdamaian yang merendahkan kita yang kita inginkan, bukan perdamaian yang melecehkan kita yang dicita-citakan proklamator kita, dan bukan persahabatan yang memperbudak kita yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.

      Lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan adalah; suka tidak suka, mau tidak mau merupakan bukti bahwa DIPLOMASI kita bagaikan singa tanpa taring dan cakar yang mengaung mencoba mengusir lawan-lawannya. Singa si raja rimba tanpa taring dan cakar bukanlah apa-apa, inilah cerminan  kekuatan diplomasi kita, tanpa tameng dibelakangnya, diplomasi hanyalah sekedar bualan-bualan belaka. Sejarah menunjukan, sejak zaman Pax Romana, Pax Britania, dan Pax Americana saat ini: Kekuatan senjata yang mumpuni selalu berada dibelakang kedigdayaan dan kesuksesan Diplomasi bangsa-bangsa tersebut. Jangan pernah berharap Diplomasi kita akan diperhitungkan apalagi mempunyai efek koersif jika angkatan bersenjata kita dalam keadaan yang serba memprihatinkan seperti saat ini.

       Sudah bosan dan habis kesabaran rakyat Indonesia direndahkan oleh Malaysia, dan sudah waktunya pula kita memikirkan permasalahan ini agar kita tidak berkutat pada sparadigma damai yang pikun, damai yang tidak pada tempatnya, damai yang tidak pada waktunya. Bukankah seokor anjing pun memiliki refleks menyerang apabila merasa terganggu ? apalagi kita manusia yang dianugrahi akal dan nurani, apakah kita hanya akan diam menunggu mereka (Malaysia) bosan lalu merasa iba setelah puas memeperolok bangsa kita ? tentu tidak bukan ?

      Tidak ada jawaban lain untuk menghentikan penistaan ini kecuali mempersiapkan bangsa dan membekali angkatan bersenjata kita selayak mungkin. Ini bukan ide yang berlebihan tetapi sudah merupakan tangging jawab kita kepada Tuhan untuk menjaga wilayah kedaulatan yang telah Ia berikan kepada kita, Bangsa Indonesia. Tahukah anda bahwa kita adalah negara kepulauan terbesar didunia ? tahukah kalian saudara sebangsaku bahwa garis pantai negara kita sepanjang jarak London-Baghdad (kurang lebih 80.000 KM) ?
Maka bukan hal yang berlebihan jika kita harus memperkuat angkatan perang kita sedemikian rupa untuk menjaga karunia yang luar biasa ini.

      Sejak runtuhnya hegemoni Uni Soviet tahun 1991 sebagai satu dari dua kekuatan adidaya dunia, Amerika sebagai kekuatan hegemoni tandingan Uni Soviet tidak begitu saja melanggengkan superioritasnya, tetapi negara-negara potensial lainnya tumbuh bak jamur di musim penghujan. Masing-masing negara potensial (baik potensi penduduk, luas wilayah,  maupun kekayaan alam) itu berlomba-lomba memperkuat angkatan bersenjatanya, bahkan negara-negara itu mulai memanfaatkan kekuatan nuklir sebagai kekuatan pamungkas mereka, sebut saja Negara Iran, Korea Utara, Rusia, China, dan India. Hegemoni lama memang telah runtuh tetapi bukan berarti dunia akan berjalan tanpa hegemoni bangsa-bangsa lainnya. Pertahanan sudah tidak bisa lagi berhenti pada pengertian mempertahankan diri/ defensive tapi juga sebagai kekuatan untuk menyerang/ofensive.

      Indonesia termasuk salah satu negara dengan potensi yang besar, kalau tidak boleh memakai kata "luar biasa besar". Potensi penduduk, Potensi luas wilayah, dan potensi kekayaan alam Indonesia merupakan akumulasi potensi yang sangat besar yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang mempunyai kebutuhan akan penjaga kedaulatan yang besar dan kuat. Namun berbeda dengan negara-negara potensial lainnya, Indonesia cenderung lebih termarjinalkan dari lingkaran kekuatan dunia seperti yang telah  disebutkan diatas. Penulis sangat yakin, bukan Pemerintah tidak ingin memperkuat dan memiliki angkatan perang yang gagah dan kuat, tetapi semuanya pasti kembali ke permasalahan anggaran. Anggaran negara yang tidak memungkinkan untuk menjadikan postur pertahanan kita itu minimal mencapai taraf minimum essenstial force / atau mencapai kebutuhan minimal.

       Anggaran belanja dan pendapatan Negara dengan kebutuhan pertahanan kita memang sangat paradoks bak hikayat kain sarung; Anggaran sebagai sarungnya dan kebutuhan pertahan sebagai manusianya, ditarik keatas pasti bagian bawah tidak akan tertutup, ditarik kebawah pasti bagian atasnya yang tidak tertutupi oleh kain sarung. Itulah analogi  anggaran kita untuk pertahanan. Tentunya seperti adagium yang sudah sangat terkenal; ada racun pasti ada penawarnya. Hal ini tidak terkecuali untuk permasalahan anggaran pertahan kita, pasti ada jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan anggaran pertahanan yang terbatas. Anda akan saya ingatkan pada sebuah keadaan di Amerika Serikat ketika perekonomian dunia melesu atau lebih dikenal dengan malaise tahun 1930-an. Pada waktu itu sebuah ide yang semula dianggap gila dan tidak rasional dicetuskan oleh begawan ekonomi John Maynard Keynes, idenya adalah membangun industri pertahanan dan infrasutruktur secara besar-besaran karena dianggapnya bahwa kebutuhan AS akan pertahanan sangat besar, oleh karena itu prospek pembangunan industri pertahanan dirasa akan sangat tepat. Kebijakan ini benar-benar diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Franklin Delano Roosevelt dengan nama The Policy of New Deal, walhasil Amerika Serikat mendapatkan anugrah yang sangat besar dari kebijakan ini. layaknya istilah sambil menyelam minum air, pertumbuhan ekonomi AS mengalami signifikansi yang sangat cemerlang dan juga angkatan perang Amerika tumbuh menjadi kekuatan super power didunia.

       Bukan maksud saya untuk menyamakan latar dan motif kita dengan AS pada waktu itu untuk kemudian mengambil kebijakan yang sama persis, namun alangkah baiknya kita bercermin dari kebijakan yang telah terbukti berhasil itu. Pembangunan pertahanan tidak selalu merupakan pemborosan anggaran negara tapi pembangunan pertahanan dengan paradigma pemenuhanan kebutuhan pertahanan dengan produk dalam negeri akan menjadi lokomotif yang menarik gerbong perekonomian kita maju kedepan. Pembangunan industri pertahanan merupakan ide yang cukup arif dan prospektif untuk diterapkan di negeri tercinta ini, sehingga diharapkan penerimaan dari industri tersebut mampu memberikan kontribusi terhadap pos penerimaan negara setiap tahunnya. Dan tujuan semula untuk membangun angkatan perang yang kuat dan disegani pun akan tercapai. Sehingga harapan terakhir tentunya negara kita benar-benar menjadi negara yang merdeka dan berdaulat secara penuh, dihormati dan dihargai hak-haknya dalam lalu lintas internasional, termasuk juga negara-nagara tetangnya kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar