Indonesia
Berdasarkan
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk republik. Meskipun rumusan itu agak rancu karena bercampur aduknya
pengertian bentuk negara dengan bentuk pemerintahan, namun dapatlah dimaklumi
bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan dan bentuk pemerintahannya adalah
republik.[1]
Dikemukakannya bentuk negara Indonesia yang menganut unitarisme (kesatuan) ini penting dikemukakan di awal karena bentuk
negara daripada suatu negara akan menentukan format hubungan pusat dan daerah,
apakah akan diikat dalam bingkai kesatuan atau federalisme (serikat).
Secara
konstitusional, pengaturan mengenai Pemerintahan Daerah di Indonesia telah
dituangkan dalam konstitusi, tepatnya pada Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B
UUD 1945. Khusus mengenai sistem pemilihan kepala daerah, Pasal 18 ayat (4) UUD
hanya menetapkan aturan pokoknya saja, yaitu dengan menyatakan bahwa “Gubernur,
Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten,
dan kota dipilih secara demokratis (tanda
tebal oleh penulis).”
Berdasarkan
rumusan diatas dapat dipahami bahwa UUD hanya menentukan bahwa pemilihan kepala
daerah dilakukan secara demokratis. Sedangkan pemaknaan atau pengejawantahan
dari kata-kata “dipilih secara demokratis” itu akan seperti apa, apakah dipilih
secara langsung oleh rakyat atau melalui cara demokratis lainnya, UUD
menyerahkan sepenuhnya pilihan-pilihan itu kepada pembentuk undang-undang untuk
mengaturnya dalam undang-undang.[2]
Untuk
menerjemahkan dan mengejawantahkan amanat konstitusional yang termaktub dalam
Pasal 18 ayat (4) UUD sebagaimana dimaksud diatas, pembentuk undang-undang (DPR
bersama Presiden) baru baru ini telah menetapkan legal policy-nya dengan mengeluarkan UU No. 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota. Undang-Undang No.1 Tahun 2015 itu sendiri saat ini telah dilengkapi
dan disempurnakan dengan UU No. 8 Tahun 2015 (Perubahan Pertama) dan UU No. 10
Tahun 2016 (Perubahan Kedua).
Berdasarkan
undang-undang tersebut, Pemilihan Kepala Daerah tetap dilakukan secara
langsung. Format pemilihan kepala daerah yang akhirnya tetap dilaksanakan
secara langsung ini merupakan hasil perdebatan dan diskursus yang panjang atas
sejumlah opsi yang muncul sebagai akibat rumusan yang terbuka (open legal policy) dari Pasal 18 ayat
(4) UUD 1945. Bahkan, Perppu No. 1 Tahun 2014 yang kemudian ditetapkan menjadi
UU No. 1 Tahun 2015 ini pun tidak lain merupakan buah dari polemik dan
perdebatan antara dua pendapat yang saling berhadap-hadapan, yaitu antara opsi
pemilihan langsung atau tidak langsung (melalui DPRD). Sebelumnya, melalui UU
No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pemilihan
kepala daerah ditetapkan melalui cara pemilihan tidak langsung (melalui DPRD). Akan tetapi, karena mendapat
penolakan yang luas dan masif akhirnya UU No. 22 Tahun 2014 itu segera dicabut
oleh Presiden melalui Perppu No. 1 Tahun 2014.
Menurut UU No. 1
Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2015, Pemilihan
Kepala Daerah akan diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia.[3]
Namun pemilihan serentak itu akan dilakukan secara bertahap dari mulai tahun
2015, mengingat adanya perbedaan habisnya masa bakti kepada daerah di
Indonesia.[4]
Amerika
Serikat
Sebagaimana
telah kita ketahui bersama bahwa Amerika adalah negara yang berbentuk federal
(serikat). Hal itu dapat dengan mudah kita ketahui misalnya dengan membaca
Preambule of the U.S Constitution yang berbunyi:
“We the People of the United
States, in Order to form a more perfect Union, establish Justice, insure
domestic Tranquility, provide for the common defence, promote the general
Welfare, and secure the Blessings of Liberty to ourselves and our Posterity, do
ordain and establish this Constitution for the United States of America.”
Dengan bentuk
negaranya yang federal maka sudah barang tentu terdapat perbedaan mendasar
antara AS dan Indonesia dalam soal rancang bangun atau format hubungan antara
pusat dan daerah.
Sebelum lebih
lanjut membahas tentang sistem pemilihan kepala daerah di AS, perlu kiranya
dikemukakan di awal bahwa istilah atau nomenklatur yang terjemahannya sebanding
dengan “daerah” sebagaimana istilah itu digunakan di Indonesia, tidak
dikenal/digunakan di AS yang notabene berbentuk federal. Nomenklatur yang
digunakan untuk menyebut “daerah” setingkat provinsi di AS adalah “State” yang
berarti “Negara Bagian” sedangkan nomenklatur yang digunakan untuk menyebut
“daerah” setingkat kota/kabupaten adalah “city atau municipal.”
Salah satu ciri
yang kemudian membedakan antara negara-negara federal dengan negara kesatuan
adalah, tidak diaturnya seluk beluk pemerintahan daerah di dalam konstitusi
federal sebagaimana hal itu biasanya diatur dalam konstitusi negara-negara
kesatuan. Jika pun diatur, maka pengaturan itu biasanya hanya menggambarkan
hubungan antara negara bagian dengan negara federal atau antara pemerintah
negara bagian dengan pemerintah negara federal. Hal itu disebabkan karena
kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangga masing-masing negara bagian
sepenuhnya menjadi wewenang negara bagian dan biasanya akan diatur dalam
konstitusi negara bagian, bukan dalam konstitusi federal.[5]
Apa yang telah
disebutkan diatas nampaknya juga berlaku di AS. Dalam Konstitusi AS, pengaturan
mengenai “States” atau “Negara-Negara
Bagian” hanya dimaktubkan secara sekilas pada Article IV (The States) dan
materinya pun tidak sampai mengatur perihal sistem pemilihan kepala/gubernur
negara bagian.[6] Sebagaimana dikatakan oleh
Erwin Chemerinsky “the federalist structure of the governmnet is much less
apparent from the text of the Constitution than is the separation of powers.”[7] Maksudnya,
pengaturan mengenai sistem pembagian kekuasaan secara vertikal (anatar
pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian) di dalam Konstitusi AS
sangat terbatas dan tidak segamblang pengaturan mengenai sistem pemisahan
kekuasaan secara horizontal diantara tiga (3) cabang kekuasaan pemerintahan
federal (legislatif, eksekutif, dan yudisial). Karenanya, perihal sistem
pemilihan gubernur negara bagian, termasuk dengan cara apa ia dipilih, apakah
secara langsung atau melalui lembaga perwakilan, sepenuhnya menjadi
yurisdiksi/kedaulatan dari masing-masing negara bagian untuk mengaturnya
(umumnya dalam Konstitusi Negara Bagian). Konsekuensinya, akan terdapat beragam
pola atau sistem pemilihan gubernur di AS, karena pengaturan akan hal itu
diserahkan kepada masing-masing negara bagian.
Berdasarkan
kenyataan diatas maka diperoleh kesimpulan bahwa memperbandingkan sistem
pemilihan kepala daerah di Indonesia dengan sistem pemilihan gubernur di AS
tidak bisa dilakukan secara nasional, karena pengaturan mengenai hal itu secara
nasional tidak dimungkinkan sebab AS menganut sistem federalisme. Yang dapat
dilakukan ialah dengan megambil contoh/sampel dari beberapa negara bagian di
AS. Oleh karenanya dibawah ini akan diajukan beberapa contoh singkat tentang
pemilihan gubernur di dua (2) negara bagian AS.
Di Negara Bagian
Texas, terdapat jabatan Gubernur (Governor)
dan wakil gubernur yang disebut Lieutenant
Governor. Keduanya dipilih dalam satu paket pemilihan oleh rakyat di negara
bagian yang bersangkutan yang waktunya bersamaan dengan pemilihan anggota
legislatif. Jadi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Texas dilakukan
secara langsung dan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif negara
bagian.[8]
Di Negara Bagian
California, Gubernur dan Lieutenant
Governor dipilih pada waktu yang bersamaan (pada Pemilu Negara Bagian) akan
tetapi keduanya merupakan jabatan yang terpisah dan tidak dipilih dalam satu
paket. Masa jabatan Gubernur dan Lieutenant
Governor adalah empat (4) tahun.[9]
Sistem
pemilihan gubernur yang serupa dengan Negara Bagian California itu juga berlaku
di Negara Bagian Virginia. Hanya saja Konstitusi Virginia lebih lengkap
mengatur pemilihan gubernur disana, yaitu dengan menyatakan bahwa jika terdapat
dua atau lebih calon gubernur yang perolehan suaranya sama maka penentuan
gubernur terpilih akan dilakukan oleh Parlemen Negara Bagian (General Assembly) dengan suara
terbanyak.[10]
[1] Lihat Jimly
Asshiddiqie, Konstitusi dan
Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Kedua, Cet. Kedua, Sinar Grafika,
Jakarta, 2011, hlm. 209-211.
[2] Pasal 1 ayat
(7) UUD 1945 memberikan kewenangan untuk mengatur perihal susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk mengenai tata cara pemilihan
Kepala Daerah, kepada pembentuk undang-undang untuk diatur dalam undang-undang.
[3] Vide Pasal 3 Undang-Undang
No. UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
[4] Vide Pasal 201
dan Pasal 202 UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 2015.
[5] Lihat Soehino,
llmu Negara, Edisi Ketiga, Cet.
Kelima, Liberty, Yogyakarta, 2005, hlm. 226-227.
[6] Vide Article
IV (The States) United States Constitution.
[7] Erwin
Chemerinsky, Constitutional Law: Principles and Politics, 3rd Edition,
Aspen Publishers, New York, 2006, hlm. 3.
[8] Vide Article 4
Section 2 Texas Constitution. Pendapat penulis yang didasarkan pada bunyi
ketentuan Konstitusi Texas ini berbeda dengan apa yang dikatakan Prof. Jimly
Asshiddiqie dimana ia mengatakan bahwa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di
Texas dipilih secara terpisah (tidak satu paket). Lihat pendapat tersebut dalam
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan
Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Edisi Kedia, Cet. Kedua, Sinar
Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 248.
[9] Vide Article 5
Section 2 dan Section 11 California State Constitution. Lihat juga Jimly
Asshiddiqie, Loc. Cit.
[10] Vide Article 5
Section 2 dan Section 13 Constitution of Virgina; Untuk diketahui bahwa
Konstitusi Virginia ini baru saja mengalami amandemen pada Januari 2013.