Selamat Datang di Blog Arief Ainul Yaqin

Sebuah referensi bacaan untuk memperkaya khazanah keilmuwan

Jumat, 10 November 2017

Filosofi Pertahanan Negara Ditinjau dari Perspektif Hukum Tata Negara



“Si Vis Pacem Para Bellum,” jika menginginkan perdamaian maka bersiaplah untuk perang. Begitulah bunyi adagium klasik Romawi Kuno yang hingga kini masih diyakini dan menjadi dasar bagi bangsa-bangsa di dunia ini dalam merumuskan, mengatur dan mengorganisasikan pertahanan negaranya. 

Adagium itu memberi pesan sekaligus peringatan bahwa betapa pun perdamaian itu didambakan oleh setiap orang dan oleh setiap bangsa, namun perdamaian itu harus tetap diisi dengan kesiapsiagaan untuk berperang atau dalam bahasa yang lebih diplomatis “kesiapsiagaan untuk mempertahankan diri.”[1] Sebab kita tidak pernah tahu kapan datangnya ancaman dan gangguan terhadap kedaulatan negara kita. Mengenai hal ini, Leon Trotsky (salah satu pendiri dan tokoh penting Komunis Rusia) pernah mengingatkan bahwa: “you may not interested in war, but war is always intersted in you” (anda mungkin tidak tertarik pada perang, tapi perang selalu tertarik pada Anda).[2]

Untuk menghadapai situasi yang tidak diinginkan sebagaimana digambarkan diatas maka upaya untuk membangun pertahanan negara menjadi suatu hal yang mutlak diperlukan. Tujuannya tentu saja untuk menangkal dan mengeleminasi setiap ancaman yang dapat merongrong kedaulatan dan kedamaian suatu negara. Itulah sebabnya sejak dulu hingga sekarang, bangsa-bangsa di dunia telah mengadakan dan membangun sistem pertahanannya dalam rangka melindungi kelangsungan hidup komunitas bangsanya masing-masing.

Jika ditelusuri secara seksama, pembicaraan mengenai pertahanan negara (state defense) sesungguhnya sudah mengemuka sejak lama sekali, yakni sejak manusia mulai mengenal dan membicarakan konsep-konsep tentang negara itu sendiri. Mengenai hal ini dapat dikatakan bahwa dimana ada pembicaraan tentang negara maka disitulah terdapat pembicaraan mengenai pertahanan negara. 

Itu artinya dalam kajian ilmu kenegaraan dan ilmu hukum tata negara, perbincangan mengenai pertahanan negara merupakan bagian yang inheren (tidak terpisahkan) dari perbincangan mengenai negara itu sendiri. Ia adalah bagian dari disiplin ilmu kenegaraan karena menyangkut kelangsungan hidup dan eksistensi suatu negara. Dan ia juga akan menjadi objek kajian dari ilmu hukum tata negara manakala hal ihwal pertahanan itu dirumuskan dan diatur di dalam konstitusi.[3]

Dalam sejarah perjalanan pemikiran tentang negara, pembicaraan mengenai pertahanan itu bahkan bisa ditelusuri sejak era Yunani Kuno. Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 SM di dalam bukunya yang berjudul “Politics” bahkan telah mengulas mengenai konsep pertahanan dalam sebuah negara. Ia antara lain mengemukakan bahwa: 

“...... and in addition, on the other hand, the same thing holds good of the territory that we said about the size of the population—it must be well able to be taken in at one view, and that means being a country easy for military defence.”[4]
 
(sama halnya dengan ukuran populasi manusia di suatu negara [yang harus dibatasi agar tidak terlalu banyak], maka wilayah suatu negara pun harus dibatasi untuk memudahkan negara tersebut dalam mengadakan pertahanan militer untuk mempertahankan negaranya – terjemahan bebas).
Selain pendapat diatas, masih ada banyak pemikiran Aristoteles yang berkenaan dengan konsep pertahanan negara di dalam bukunya itu (Politics). Hal tersebut mengkonfirmasi pernyataan penulis sebelumnya bahwa memang pembicaraan mengenai pertahanan negara itu sama tuanya dengan pembicaraan tentang negara itu sendiri.

Pemikiran Aristoteles tentang Negara dan Pertahanan sebagaimana diuraikan diatas pada masa-masa berikutnya mendapat perhatian yang lebih besar dan dikembangkan lebih lanjut oleh para ahli negara dan hukum yang hidup setelahnya. Sebagai salah satu contoh adalah Montesquieu, salah seorang filsuf hukum terkenal abad 18 yang juga menulis tentang konsep negara dan pertahanan di dalam bukunya yang berjudul L’esprit des Lois (Spirit of Laws). 

Dalam pandangan Montesquieu, sehubungan dengan teorinya yang terkenal “trias politica,” ia mengkategorikan fungsi pertahanan negara ke dalam cabang kekuasaan eksekutif. Artinya, tugas untuk menyelenggarakan pertahanan negara menurut Montesquieu adalah tugas dari eksekutif.[5]
 
Lebih lanjut, masih dalam buku yang sama (L’esprit des Lois) Montesquieu juga banyak mengulas mengenai hak suatu negara untuk menyelenggarakan pertahanan. Ia melihat konsepsi tentang negara dan pertahanan sebagai suatu konsep yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ia berpandangan bahwa adanya hak untuk mendirikan dan menyelenggarakan negara berarti memberikan juga hak bagi negara tersebut untuk mempertahankan negaranya dari ancaman dan serangan pihak musuh. Dalam salah satu pendapatnya mengenai hal ini Montesquieu mengatakan bahwa:

“The life of governments (or state) is like that of man. The latter has a right to kill in case of natural defence: the former have a right to wage war for their own preservation.”[6]
(Kehidupan suatu pemerintahan atau negara sama halnya degan kehidupan manusia. Yang disebut terakhir itu [manusia] mempunyai hak untuk membunuh sebagai bentuk pertahanan alamiahnya, sedangkan yang disebut pertama itu [negara] mempunyai hak untuk berperang guna melangsungkan kehidupan bangsanya.
Uraian-uraian diatas kiranya telah cukup menunjukan bahwa pembicaraan mengenai pertahanan negara tidak bisa dipisahkan dari sejarah pemikiran tentang negara itu sendiri. Bahkan sebagaimana dikatakan oleh Montesquieu, hak untuk menyelenggarakan pertahanan adalah hak setiap bangsa dalam rangka melindungi kedaulatan dan kelangsungan hidupnya.

       Berdasarkan keseluruhan uraian diatas dapatlah kiranya ditarik satu benang merah (kesimpulan) bahwa pertahanan adalah salah satu aspek yang fundamental dan penting dari sebuah negara. Pertahanan dan negara adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Tanpa pertahanan yang kuat dan handal tidak mungkin suatu negara dapat berdiri kokoh dan mendapat kehormatan di aras internasional. Tidak ada seorang pun yang dapat menyangkal kebenaran fakta ini. Sejarah peradaban manusia dari masa ke masa telah membuktikan hal tersebut, bahwa kebesaran dan kedigdayaan suatu bangsa selalu ditopang oleh kekuataan pertahanan yang juga besar dan digdaya. Kejayaan Yunani Kuno, kejayaan Romawi, dan kejayaan Inggris di masa lalu, serta Kejayaan Amerika di era sekarang selalu ditopang oleh kekuatan pertahanan yang mumpuni (disamping kekuatan ekonomi).[7]


[1] Lihat Connie Rahakundini Bakrie, Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. v.
[2] Leon Trotsky adalah salah seorang pendiri dan tokoh penting Komunis Rusia di Era Lenin yang segenerasi dengan Joseph Stalin. Bahkan menjelang kematian Lenin, Trotsky sempat digadang-gadang akan menggantikan Lenin memimpin Uni Soviet. Namun kenyataan menunjukan bahwa kepemimpinan Uni Soviet justru jatuh ke tangan Stalin. Ia hidup antara tahun 1879-1940. Lihat Wikiquote, Leon Trotsky, https://en.wikiquote.org/wiki/Leon_Trotsky, Diakses pada tanggal 12 Agustus 2017.
[3] Fakta menunjukan bahwa semua konstitusi di dunia ini selalu memuat pengaturan mengenai hal ihwal pertahanan negara. Tidak ada satu pun konstitusi di dunia yang di dalamnya tidak mengatur mengenai pertahanan negara.
[4] Aristoteles, Politics, Book 7, Section 1327a. Materi tersedia dan dapat diunduh pada laman: http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Perseus%3Atext%3A1999.01.0058%3Abook%3D7%3Asection%3D1327a, Diakses pada tanggal 12 Agustus 2017.
[5] Baron de Montesquieu, The Spirit of Laws (L’esprit des lois), Terjemahan Thomas Nugent (1752), Batoche Books, Ontario, 2001, hlm. 84.
[6] Ibid., hlm. 155.
[7] Lihat Yusron Ihza Mahendra, Tragedi dan Strategi Pertahanan Nasional, Mizan, Bandung, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar