Selamat Datang di Blog Arief Ainul Yaqin

Sebuah referensi bacaan untuk memperkaya khazanah keilmuwan

Rabu, 03 Februari 2016

Masalah Penanganan Pengungsi di Indonesia



Salah satu persoalan krusial yang dihadapi oleh masyarakat internasional saat ini ialah terjadinya ledakan pengungsi sebagai akibat berkecamuknya perang/konflik yang berkepanjangan, khususnya di negara-negara Timur Tengah dan Afrika. Hingga akhir saja 2014 misalnya, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) mencatat ada sebanyak 59,5 juta orang yang terpaksa mengungsi dan meninggalkan tempat tinggalnya (forcibly displaced person) karena sebab-sebab man made disasters seperti perang, konflik, dan pengejaran terhadap etnis tertentu (UNHCR, 2014: 2).
Sebagai bagian dari komunitas internasional, Indonesia pun tidak luput dari persoalan pengungsi. Indonesia menjadi salah satu negara yang “kedatangan” pengungsi, baik sebagai negara tujuan maupun negara transit (sebelum pengungsi melanjutkan perjalanannya ke Australia atau Selandia Baru).
Berdasarkan data yang dirilis Kantor Perwakilan UNHCR di Indonesia (selanjutnya disebut UNHCR Indonesia), hingga akhir September 2015, ada sebanyak 13.405 pencari suaka dan pengungsi di wilayah Indonesia. Kebanyakan dari mereka berasal dari negara-negara yang sedang bergejolak seperti Afghanistan, Myanmar, dan Somalia. (data diperoleh dari website resmi UNHCR: www.unhcr.or.id).
Perlunya Payung Hukum Penanganan Pengungsi
Berdasarkan kenyataan tersebut nampak lah bahwa permasalahan pengungsi tidak bisa dianggap remeh. Jumlah pengungsi yang ada wilayah Indonesia semakin bertambah setiap tahunnya. Hal ini tentu memerlukan penanganan yang serius dari Pemerintah.
Meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, tidak berarti Indonesia bisa berpangku tangan dari persoalan pengungsi. Sebab persoalan pengungsi saat ini telah menjadi masalah dan tanggung jawab bersama (common problem) dari masyarakat bangsa-bangsa di seluruh dunia (Dewan Keamanan PBB dalam Pers Release 20 Mei 2004).
Sebagai bagian dari masyarakat internasional tentu saja Indonesia tidak bisa menutup mata dari persoalan pengungsi yang secara faktual memang sedang dihadapi juga oleh Indonesia. Akan tetapi sayangnya sejauh ini belum ada perangkat perundang-undangan yang secara khusus dan spesifik mengatur soal penanganan pengungsi di Indonesia.
Akibat ketiaadaan payung hukum itu maka penanganan pengungsi di Indonesia masih dilakukan melalui pendekatan hukum keimigrasian. Hal mana merupakan suatu kekeliruan karena sesungguhnya pengungsi bukan lah imigran yang tunduk pada rezim hukum keimigrasian. Meskipun sama-sama melakukan perjalanan lintas batas negara, akan tetapi pengungsi dan imigran adalah dua subjek yang berbeda dan tunduk pada rezim hukum yang berbeda pula; hukum keimigrasian untuk imigran dan hukum pengungsi untuk para pengungsi.
Imigran adalah orang yang keluar dari negaranya dan masuk ke negara lain atas kehendak sendiri yang biasanya bermotifkan ekonomi, yaitu mencari penghidupan dan masa depan yang lebih baik. Sementara pengungsi adalah orang yang keluar dari negaranya menuju negara lain atas dasar keterpaksaan (forcibly displaced person) karena adanya ancaman yang nyata terhadap hidup dan kebebasannya, sehingga tidak ada pilihan baginya kecuali keluar dari negara asalnya dan mencari tempat baru yang dirasa aman.  
Jika pendekatan hukum keimigrasian yang dipakai, maka dapat dipastikan bahwa para pengungsi yang memasuki wilayah Indonesia akan dianggap dan diperlakukan sebagai imigran gelap atau imigran ilegal. Hal itu terjadi karena biasanya para pengungsi tidak memiliki dokumen keimigrasian sebagaimana dipersyaratkan oleh UU No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sebab keluarnya pengungsi dari negara asalnya justru disebabkan oleh keterpaksaan dan ancaman yang menuntut mereka segera meninggalkan negaranya dan mencari perlindungan di negara lain. Dalam keadaan yang demikian tidak lah mungkin bagi mereka untuk mengurus dan menyiapkan dokumen keimigrasian terlebih dahulu.
Ilustrasi diatas dengan jelas menggambarkan kekeliruan dalam hal penanganan pengungsi dan implikasinya bagi para pengungsi jika penanganan pengungsi dilakukan melalui pendekatan keimigrasian. Hal mana tidak sesuai dengan prinsip pembedaan (distinguished principle) antara pengungsi dan imigran sebagaimana berlaku dalam hukum pengungsi internasional.
Inilah salah satu persoalan yang masih mengganjal dalam kebijakan penanganan pengungsi di Indonesia yang tentu saja memerlukan penyelesaian yang segera. Untuk mengentaskan persoalan ini maka tidak ada jalan lain kecuali menyiapkan instrumen hukum yang akan mengatur soal penanganan pengungsi. Sehingga kedepan, diharapkan penanganan pengungsi tidak lagi menggunakan rezim hukum keimigrasian yang nyata-nyata tidak kompatibel untuk digunakan dalam penanganan pengungsi.
Amanat Pembentukan Perpres Penanganan Pengungsi
Sebetulnya pengaturan mengenai penanganan pengungsi di Indonesia telah diamanatkan oleh Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Pasal 27 UU tersebut mengamanatkan pembentukan sebuah Keputusan Presiden (sekarang Peraturan Presiden) yang akan mengatur mengenai penanganan pengungsi di Indonesia.
Setelah sekian lama menanti, akhirnya angin segar datang dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang saat ini sedang menyiapkan dan merampungkan Perpres sebagaimana dimaksud diatas. Lewat prakarsa Kemenlu, dibuatlah Rancangan Perpres tentang Penanganan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi. Berdasarkan informasi dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), per tanggal 29 Oktober 2015, Perpres ini sedang dalam proses perbaikan di Kemenlu (pemrakarsa) untuk kemudian masuk dalam tahap harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi yang pelaksanaannya akan dikoordinasikan oleh Kemenkumham (situs resmi BPHN).
Dilihat dari progres pembentukannya, Rancangan Perpres ini akan segera memasuki tahap harmonisasi. Setelah tahap melalui harmonisasi maka Rancangan Perpres ini sudah bisa diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan menjadi Perpres. Itu artinya tahapan yang sedang dilalui oleh Rancangan Perpres ini sudah mendekati tahap akhir.
Secercah Harapan di Balik Perpres Penanganan Pengungsi
Berdasarkan progres pembentukannya sebagaimana telah diuraikan diatas, diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi Rancangan Perpres ini dapat segera terbit. Dengan demikian penanganan pengungsi di Indonesia akan memiliki landasan hukum yang jelas dan tidak lagi menggunakan rezim hukum keimigrasian.
Meskipun hanya dituangkan dalam sebuah Perpres akan tetapi langkah ini tetap diperlukan untuk mangatur penanganan pengungsi di Indonesia yang selama ini berada dalam kevakuman hukum (rechtsonzarkerheid).
Harus diakui, Perpres ini memang bukan lah solusi yang paling ideal dalam mengurai masalah penanganan pengungsi asing di Indonesia. Solusi yang komprehensif dan ideal hanya mungkin tercapai jika kita meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan mengikuti standar penanganan pengungsi yang diatur dalam Konvensi tersebut.
Akan tetapi harus diakui juga bahwa Perpres ini merupakan alternatif solusi yang cukup bijak bagi bangsa Indonesia dalam merespon tuntutan penanganan pengungsi yang lebih baik, selagi kita belum meratifikasi dan mengikatkan diri pada Konvensi Pengungsi 1951. Setidaknya dengan Perpres ini akan ada pedoman dan landasan hukum yang jelas dalam menangani pengungsi yang ada di wilayah Indonesia.
Sebagai penutup, penulis ingin mengingatkan bahwa sesungguhnya keadaban suatu bangsa dapat dilihat dan diukur dari caranya memperlakukan orang asing, dalam hal ini adalah pengungsi, yang notabene adalah orang-orang yang sangat memerlukan perlindungan dari persekusi yang mengancam hidup dan kebebasannya. Kita tidak akan pernah beradab sebelum memperlakukan mereka yang lemah ini (vulnerable people) dengan cara-cara yang manusiawi sebagaimana dikehendaki oleh hukum dan kebiasaan internasional tentang perlindungan pengungsi (Jean Allain, 2002: 538).
Selain dituntut oleh hukum dan kebiasaan internasional, perlakuan yang layak terhadap pengungsi juga sangat dekat dan sejalan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’an. Salah satunya ialah yang termaktub dalam Surat Al-Anfal: 74 “.... dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang yang berhijrah), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar