I.
Apa itu Protokol Madrid?
Pada prinsipnya, Protokol Madrid adalah suatu
perjanjian atau protokol internasional yang mengatur dan memberlakukan sistem
pendaftaran dan pemeliharaan perlindungan merek secara internasional (di banyak
negara) dengan cukup satu aplikasi permohonan saja (One Application, One
number of registration, One Renewal, One Currency, and One Document).
Permohonan tersebut cukup diajukan di negara asal untuk kemudian diteruskan
oleh Kantor Merek setempat ke Biro Internasional WIPO untuk diproses.
Jika tanpa Protokol Madrid biasanya
pendaftaran suatu merek dengan tujuan banyak negara harus dilakukan secara terpisah
satu persatu di negara yang dituju maka dengan menggunakan Madrid Protokol ini,
pendaftaran di banyak negara tersebut cukup dilakukan sekali di Kantor Merek di
negara asalnya. Selanjutnya pemilik merek dapat memilih negara-negara tujuan di
mana mereknya hendak didaftarkan dalam satu permohonan yang dimaksud.
Protokol Madrid diadopsi dan diberlakukan
dalam rangka memberikan kemudahan dan kepraktisan pendaftaran dan pemeliharaan
perlindungan merek internasional, di mana pendaftaran merek dengan tujuan
banyak negara dan pemeliharaan perlindungannya di negara-negara yang dimaksud cukup
dilakukan dalam satu permohonan saja secara terpusat. Itulah inti daripada Protokol
Madrid ini.
Protokol Madrid disahkan pada tanggal 27
Juni 1989 di Madrid Spanyol dan berlaku
secara efektif pada tanggal 1 April 1996 di lingkungan negara pesertanya.
Indonesia sendiri baru mengaksesi dan memberlakukan Protokol Madrid ini pada 30
September 2017 melalui Peraturan Presiden No. 92 Tahun 2017 tentang Pengesahan
Protocol Relating To The Madrid Agreement Concerning The International
Registration Of Mark, 1989.
Sejak saat itu berlaku lah sistem
pendaftaran merek internasional berdasarkan Protokol ini, di mana merek dalam
negeri dapat didaftarkan secara internasional di banyak negara sekaligus, dan
pada saat yang bersamaan Indonesia juga menerima pendaftaran merek
internasional dari luar negeri dengan menggunakan protokol ini.
II. Ruang
Lingkup Protokol Madrid:
Hal-hal
yang dicakup dan dapat diproses dengan menggunakan mekanisme Protokol Madrid
adalah sebagai berikut:
A.
Pendaftaran Merek (secara Internasional);[1]
B.
Pemeliharaan Merek Pasca Pendaftaran, yang
meliputi:
1.
Pembaruan pendaftaran (renewal);[2]
2.
Perluasan pendaftaran di negara tujuan
baru (subsequent designations);[3]
3. Modifikasi (Perubahan) terhadap Merek yang
telah terdaftar, seperti perubahan alamat, perubahan/pengalihan kepemilikan,
perubahan nama/alamat perwakilan, pencatatan lisensi, dan pencoretan jenis
barang/jasa tertentu.[4]
III.
Proses Pendaftaran Merek melalui
Sistem Protokol Madrid di Indonesia
Permohonan Internasional diajukan kepada
Biro Internasional WIPO melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. Permohonan Internasional diajukan dengan mengisi
formulir MM2 dalam bahasa Inggris.
Syarat subyek
yang dapat mengajukan Permohonan Internasional:
- Pemohon yang memiliki kewarganegaraan Indonesia;
- Pemohon yang memiliki domisili atau tempat kedudukan hukum di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Pemohon yang memiliki kegiatan usaha industri atau komersial yang nyata di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Syarat objek
yang dapat diajukan:
Pengajuan Permohonan Internasional hanya
dapat dilakukan jika Pemohon telah memiliki Permohonan atau Pendaftaran (secara
nasional) di DJKI sebelumnya.[5]
IV. Kelebihan dan Kekurangan Akibat Pemberlakuan
Protokol Madrid
A.
Kelebihan
Beberapa
kelebihan atau keuntungan akibat dari pemberlakuan Madrid Potocol ini antara
lain:
- Dari sisi pelaku dunia usaha atau pemilik merek, pendaftaran merek internasional akan lebih murah/hemat biaya, karena pendaftaran dengan tujuan banyak negara tersebut cukup dilakukan sekali di negara asal (one application for all), sehingga pemilik merek tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk mebayar jasa konsultan HAKI di negara-negara tujuan;
- Dari segi kepraktisan dan kemudahan birokrasi, pendaftaran merek internasional juga akan jauh lebih mudah dan praktis, karena pendaftaran dengan tujuan banyak negara tersebut cukup dilakukan sekali di negara asal (one application for all), sehingga pemilik merek tidak perlu lagi mendaftarkan mereknya satu persatu secara terpisah di negara-negara yang dituju;
- Protokol Madrid menentukan batas waktu yang pasti untuk proses pendaftaran sampai dengan notifikasi penolakan, yakni 12 bulan atau 18 bulan (tergantung masing-masing negara memilih yang mana, untuk Indonesia 18 bulan). Apabila jangka waktu tersebut lewat tanpa adanya notifikasi penolakan maka merek yang dimaksud secara otomatis menjadi merek terdaftar;[6]
- Madrid Protokol adalah sistem alternatif. Pendaftaran merek secara internasional (di beberapa negara) tetap bisa dilakukan melalui jalur konvensional di masing-masing negara tujuan jika memang pemilik merek mengehendakinya. Artinya, pemberlakuan Protokol Madrid tidak menutup sepenuhnya pintu pendaftaran konvensional di masing-masing negara tujuan. Cost effectiveness dari pendaftaran merek dengan menggunakan Protokol Madrid ini justru baru tercapai jika jumlah negara yang dituju (designated country) signifikan. Sebaliknya, pendaftaran merek dengan menggunakan Protokol Madrid akan menjadi tidak cost effectiveness apabila negara yang dituju hanya beberapa saja yang mana hal tersebut bisa dilakukan melalui pendaftaran secara konvensional;
- Dari sisi Konsultan HAKI, dalam hal ada Oposisi atau Penolakan, Konsultan HAKI di negara tujuan tetap dibutuhkan karena yang dapat mengajukan jawaban untuk itu adalah Konsultan HAKI di negara yang dimaksud;
- Dengan adanya Protokol Madrid ini maka merek-merek nasional akan dapat mudah masuk ke pasar internasional.
B.
Kekurangan
Beberapa
kekurangan atau kerugian akibat dari pemberlakuan Madrid Potocol ini antara
lain:
- Adanya Prinsip Ketergantungan (Dependensi) Selama Jangka Waktu 5 Tahun Pertama Sejak Pendaftaran Internasional:
Untuk jangka waktu lima
tahun (masa dependensi) nasib suatu merek yang telah terdaftar secara
internasional/merek IR (international registration) akan tetap
tergantung pada nasib merek pokoknya (permohonan pendaftaran atau pendaftaran)
di negara asal.
Jika, karena alasan apa
pun, merek pokok di negara asalnya berhenti berlaku secara keseluruhan atau
sebagian (penolakan atau penarikan permohonan pendaftaran pokok, atau
pembatalan, penolakan, pencabutan, pembatalan, atau pengakhiran pendaftaran
pokok) dalam jangka waktu tersebut (lima tahun sejak tanggal IR), merek IR tersebut
akan dibatalkan secara keseluruhan atau sebagian (hanya untuk beberapa barang
atau jasa).
Namun demikian, untuk
meringankan konsekuensi dari fitur dependensi ini, Protokol Madrid menyediakan
kemungkinan ‘perubahan’ merek IR menjadi permohonan pendaftaran nasional atau
regional di tiap-tiap DCP (designations contracting party). Dalam waktu
tiga bulan sejak pembatalan suatu merek IR, Pemilik merek tersebut dapat
mengajukan permohonan pendaftaran merek yang sama dalam DCP tersebut dan
permohonan pendaftaran tersebut (berdasarkan ‘perubahan’ merek IR) akan
diperlakukan seolah-olah telah diajukan pada tanggal merek IR asli (sehingga
mempertahankan hak sebelumnya yang telah dinikmati).
Setelah periode
dependensi lima tahun pertama ini terlewati, merek IR menjadi sepenuhnya
independen dari merek pokok di negara asalnya dan tidak dapat dibatalkan lagi
jika merek pokoknya berhenti berlaku;[7] dan:
2. Dari sisi Konsultan
HAKI, Protokol Madrid berdampak secara langsung pada penurunan income yang
biasa didapat dari proses pendaftaran merek secara konvensional (sebelum
pemberlakuan Protokol Madrid). Sebab pemilik merek dari luar negeri yang
bermaksud mendaftarkan mereknya secara internasional termasuk dengan tujuan
Indonesia dengan menggunakan Protokol Madrid ini, tidak perlu lagi menggunakan
jasa Konsultan lokal di negara-negara tujuan, karena pendaftaran cukup
dilakukan sekali dari negara asal.
[1] Diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Protokol
Madrid.
[2] Diatur dalam Pasal 7 Protokol
Madrid.
[3] Diatur dalam Pasal 3 Protokol
Madrid.
[4] Diatur dalam Pasal 9 Protokol
Madrid.
[5] Panduan mengenai tata cara
pendaftaran dan pemeliharaan merek pasca pendaftaran secara internasional
dengan menggunakan Protokol Madrid ini dapat dilihat pada Buku Panduan Protokol
Madrid yang diterbitkan DJKI. Dapat diakses dan diunduh pada laman: https://dgip.go.id/images/ki-images/pdf-files/merek/buku%20panduan%20protokol%20madrid1ok.pdf.
[7] Pengaturan mengenai Prinsip
Ketergantungan ini tercantum pada Pasal 6 Protokol Madrid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar