Di Indonesia, tanggal 26 Desember biasanya dikenang
sebagai hari peringatan bencana Tsunami Aceh yang merenggut nyawa sekitar 105.262
warga Aceh dan Sumatera Utara yang terjadi 13 tahun silam (26 Desember 2004).[1]
Bencana ini sendiri sebetulnya tidak hanya melanda Aceh melainkan juga wilayah
negara-negara lain yang berada disekitar samudera Hindia. Tetapi Aceh adalah
wilayah terdampak bencana Tsunami yang paling parah.[2]
Umumnya orang mengingat dan mengenang peristiwa itu dengan
cerita duka karena kerusakan dan kehilangan yang ditimbulkannya. Tidak
banyak orang yang sadar bahwa sebetulnya Tsunami Aceh tidak hanya datang
membawa malapetaka dan kepiluan saja, tetapi ia juga datang membawa
"berkah terselubung” atau blessing indisguised bagi rakyat
Aceh dan bangsa Indonesia.
Dua puluh sembilan tahun lamanya Aceh dilanda konflik
bersenjata yang memakan korban jiwa yang tak terhitung banyaknya akibat
bentrokan antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
dengan Pemerintah RI.
Di sepanjang waktu yang terbentang selama 29 tahun itu
pula berbagai upaya perdamaian telah dicoba. Tetapi usaha itu selalu menemui
jalan buntu dan kegagalan yang menyebabkan berlanjutnya konflik bersenjata
antara GAM dan Pemerintah RI. Bahkan pada puncaknya, pada tanggal 18 Mei 2003,
Presiden Megawati pernah mengumumkan pemberlakuan status darurat militer dan
mengizinkan operasi militer di Aceh.
Konflik antara GAM dan Pemerintah RI semakin meningkat
dan mencapai puncaknya pada masa-masa diberlakukannya darurat militer dalam
kurun waktu tahun 2003-2004 itu. Meski kekuatannya telah berkurang drastis
akibat operasi militer yang dilancarkan Pemerintah RI, akan tetapi GAM tidak
kunjung menyerah dan melupakan cita-citanya mendirikan Negara Aceh yang merdeka
dan terpisah dari NKRI.
Namun segalanya menjadi berubah setelah bencana
Tsunami menyapu dan memporakporandakan Aceh pada 26 Desember 2004. Gempa
yang tercatat dalam sejarah sebagai yang terbesar ketiga di dunia[3]
itulah yang pada akhirnya membuat GAM dan Pemerintah RI sama-sama merasa
terpanggil untuk mengakhiri konflik yang sudah berlangsung selama hampir 3
dekade itu.
Gempa hebat yang menimbulkan Tsunami di Aceh itu telah
menyatukan hati dan pikiran antara GAM dan Pemerintah RI untuk pertama kalinya dalam
sejarah, yakni satu dalam tekad untuk mengadakan perundingan guna mengakhiri
konflik bersenjata diantara keduanya, demi membangun Aceh yang porak poranda dan
berduka akibat Tsunami.
Segera setelah peristiwa Tsunami Aceh itu, Pemerintah
RI dan GAM bersepakat untuk memulai perundingan untuk mengakhiri konflik
di Aceh secara damai, menyeluruh, dan permanen.
Perundingan yang sulit namun penuh harapan itu dimulai
pada awal Januari 2005 di Helsinki, Finlandia, dengan bantuan mediasi dari sebuah
lembaga swadaya internasional “Crisis Management Initiative” yang ketika
itu diketuai oleh Martti Ahtisaari (Mantan Presiden Finlandia). Delegasi
Indonesia diketuai oleh Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin. Sedangkan
delegasi GAM diketuai oleh Malik Mahmud Al-Haytar.
Singkat cerita, sebagai hasil daripada perundingan tersebut, pada tanggal 15 Agustus 2005 ditandatangani
lah sebuah Memorandum of Understanding (Nota Kesepahaman) antara
Pemerintah RI dan GAM yang pada prinsipnya berisi kesepakatan perdamaian
dan pengakhiran konflik diantara kedua belah pihak.
Dalam salah satu paragraf pembukaannya, tercantum
kata-kata yang secara eksplisit menunjukan bahwa tragedi Tsunami Aceh-lah yang
telah mendorong kesadaran kedua belah pihak untuk mengakhiri konflik secara
damai guna membangun Aceh pasca Tsunami 26 Desember 2004.
"The
parties are deeply convinced that only the peaceful settlement of the conflict
will enable the rebuilding of Aceh after the tsunami disaster on 26 December
2004 to progress and succeed."
(Para
pihak sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik tersebut
yang akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh pasca Tsunami tanggal 26
Desember 2005 dapat mencapai kemajuan dan keberhasilan).
Pengakuan yang sama juga tercantum pada Konsiderans
Menimbang huruf e UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang tidak
lain merupakan sebuah undang-undang yang ditujukan untuk mengakomodasi dan menindaklanjuti
kesepakatan Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM.
"bahwa
bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah menumbuhkan
solidaritas seluruh potensi bangsa Indonesia untuk membangun kembali masyarakat
dan wilayah Aceh serta menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh,
berkelanjutan, dan bermartabat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia"
Tsunami Aceh mungkin saja bukan satu-satunya causa
(penyebab) terjadinya perundingan damai dan pengakhiran konflik antara
Pemerintah RI dan GAM, karena
ada banyak juga kajian yang mengatakan bahwa merosotnya kekuatan GAM akibat
operasi militer selama masa darurat militer 2003-2004 sebagai salah satu faktor
pendorong bersedianya GAM maju ke meja perundingan.
Akan tetapi satu yang pasti adalah, Tsunami Aceh telah
memungkinkan dan mempercepat upaya perdamaian dan pengakhiran konflik tersebut
lantaran kedua belah pihak sama-sama melihat bahwa pembangunan Aceh pasca Tsunami
jauh lebih penting daripada sekedar mempertahankan tuntutan masing-masing
terhadap satu sama lainnya. Sebaliknya, tanpa adanya bencana Tsunami, sulit rasanya kita membayangkan bahwa perdamaian antara Pemerintah RI dan GAM benar-benar dapat terwujud pada medio 2005 itu.
Jadi sangat jelas bahwa Tsunami Aceh yang terjadi 13
tahun silam tidak hanya menyisakan kerusakan dan kehilangan yang mendalam,
tetapi juga membawa berkah tersulubung di dalamnya, yakni menghadirkan
perdamaian yang telah terkoyak selama 29 tahun lamanya.
Saya belum tahu secara persis apakah pernah ada juga konflik
atau peperangan lain yang berakhir dengan
kesepakatan perdamaian akibat adanya bencana alam seperti kasus Tsunami Aceh
ini. Tapi kalaupun ada, maka jelas Tsunami Aceh ini termasuk salah satu
diantaranya, yakni konflik bersenjata atau peperangan yang berakhir damai akibat adanya bencana alam!
[1] Data Prakiraan
Korban Jiwa Tsunami Aceh, Kementerian Sosial RI, 11 Januari 2005.
[2] BBC News, “Indian
Ocean tsunami anniversary: Memorial events held,” http://www.bbc.com/news/world-asia-30602159,
Diakses pada tanggal 26 Desember 2017.
[3] National
Science Foundation, “Analysis of the Sumatra-Andaman Earthquake Reveals Longest
Fault Rupture Ever,” https://www.nsf.gov/news/news_summ.jsp?cntn_id=104179,
Diakses pada tanggal 26 Desember 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar