Ø Pemohon: Effendi Gazali
Ø Pasal-Pasal yang Menjadi Objek
Pengujian (Objectum Litis)
1. Pasal
49 ayat (8) dan ayat (9)
Ayat 8
Dalam hal hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang
memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan pelaksanaan
Pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
Ayat 9
KPU
Provinsi membuka kembali pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (8).
2. Pasal
50 ayat (8) dan ayat (9)
Ayat 8
Dalam
hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan
calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan
pelaksanaan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
Ayat 9
KPU
Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling lama
3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
3. Pasal
51 ayat (2)
Berdasarkan
Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi
menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur dengan Keputusan KPU Provinsi.
4. Pasal
52 ayat (2)
Berdasarkan
Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota
menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan Keputusan KPU
Kabupaten/Kota.
5. Pasal
54 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
Ayat 4
Dalam
hal pasangan berhalangan tetap sejak penetapan pasangan calon sampai pada saat
dimulainya hari Kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua)
orang, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pengajuan
pasangan calon paling lama 7 (tujuh) hari.
Ayat 5
Dalam
hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari
pemungutan suara dan terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan
pelaksanaan Pemilihan dilanjutkan dan pasangan calon yang berhalangan tetap
tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur.
Ayat 6
Dalam
hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari
pemungutan suara pasangan calon kurang dari 2 (dua) orang, tahapan pelaksanaan Pemilihan
ditunda paling lama 14 (empat belas) hari.
Ø Batu Uji
1.
Pasal
28D ayat 1 UUD 1945
2.
Pasal
28I ayat 2 UUD 1945
3.
Pasal
27 ayat (1)
Ø Pokok Permohonan
Pada pokoknya Pemohon mempersoalkan masalah terganggu atau bahkan
tidak dapat diselenggarakannya Pilkada di daerah yang hanya memiliki satu
pasangan calon akibat berlakunya pasal-pasal yang diuji.
Pasal-pasal tersebut mempersyaratkan bahwa Pilkada hanya dapat
dilangsungkan apabila terdapat sekurang-kurangnya dua pasangan calon peserta
Pilkada. Jika kurang dari jumlah itu maka penyelenggaraan Pilkada di daerah
yang bersangkutan akan ditunda hingga Pilkada serentak berikutnya, yaitu tahun
2017. Padahal pada tahun 2017 itu sendiri tidak ada jaminan juga bahwa syarat
dua pasangan calon itu akan terpenuhi.
Hal ini menurut Pemohon adalah permasalahan dan pelanggaran yang
serius terhadap hak konstitusional warga negara, yaitu hak untuk memilih (rights
to vote) kepala daerah yang mereka kehendaki.
Ø Alasan-Alasan Permohonan (Posita)
Pasal-pasal
yang diuji mempersyaratkan adanya sekurang-kurangnya dua pasangan calon peserta
Pilkada untuk dapat diselenggarakannya Pilkada di suatu daerah.
Pasal-pasal yang diuji itu kemudian
diturunkan menjadi (bagian “Mengingat”) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12/2015,
yang antara lain berisi:
§ Pasal 89 ayat (1)
Dalam
hal sampai dengan akhir masa pendaftaran Pasangan Calon hanya terdapat 1 (satu)
Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar, KPU Provinsi/KIP
Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota memperpanjang masa pendaftaran Pasangan Calon
paling lama 3 (tiga) hari.
§ Pasal 89 ayat (4)
Dalam
hal sampai dengan berakhirnya perpanjangan masa pendaftaran hanya terdapat 1
(satu) Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota
menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan diselenggarakan pada
Pemilihan serentak berikutnya.
§ Pasal 89 A ayat (1)
Dalam
hal berdasarkan hasil penelitian perbaikan persyaratan pencalonan dan
persyaratan calon tidak ada atau hanya 1 (satu) Pasangan Calon yang memenuhi
persyaratan, KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota membuka kembali
pendaftaran Pasangan Calon paling lama 3 (tiga) hari.
§ Pasal 89 A ayat (3)
Dalam
hal sampai dengan berakhirnya pembukaan kembali masa pendaftaran hanya terdapat
1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan diselenggarakan
pada Pemilihan serentak berikutnya.
Akibat berlakunya pasal-pasal yang diuji itu maka masyarakat di daerah tertentu yang hanya memiliki satu pasangan calon terancam tidak dapat menikmati penyelenggaraan Pilkada, karena menurut aturan, Pilkada didaerah yang dimaksud akan ditunda hingga gelombang Pilkada berikutnya (Februari 2017). Padahal dimana-mana pemilihan umum, dalam hal ini ialah Pilkada, merupakan perwujudan dan pengejawantahan dari prinsip kedaulatan rakyat yang tidak boleh dikesampingkan karena alasan-alasan prosedural;
Akibat berlakunya pasal-pasal yang diuji itu maka masyarakat di daerah tertentu yang hanya memiliki satu pasangan calon terancam tidak dapat menikmati penyelenggaraan Pilkada, karena menurut aturan, Pilkada didaerah yang dimaksud akan ditunda hingga gelombang Pilkada berikutnya (Februari 2017). Padahal dimana-mana pemilihan umum, dalam hal ini ialah Pilkada, merupakan perwujudan dan pengejawantahan dari prinsip kedaulatan rakyat yang tidak boleh dikesampingkan karena alasan-alasan prosedural;
Fakta
empiris saat ini menunjukan adanya 3 daerah yang ditunda pelaksanaan
Pilkada-nya hingga Februari 2017 oleh KPU akibat tidak terpenuhinya syarat
minimal 2 pasangan calon peserta Pilkada. Ketiganya adalah Kab. Blitar (Jatim);
Kab. Tasikmalaya (Jabar); dan Kab. Timor Tengah Utara (NTT);
Penundaan penyelenggaraan Pilkada bagi daerah yang tidak memenuhi syarat tersebut sama sekali tidak berkepastian hukum dan menciderai hak konstitusional masyarakat untuk dapat menyalurkan hak pilih mereka. Padahal sekali pun ditunda untuk kembali diselenggarakan pada tahun 2017, tidak ada jaminan bahwa di tahun itu syarat adanya dua pasangan calon peserta Pilkada dapat terpenuhi. Jika syarat itu kembali tidak dipenuhi apakah Pilkada di daerah itu akan ditunda lagi ? Bagaimana jika keadaan itu terjadi terus menerus ? Artinya, selama syarat itu tidak terpenuhi maka selama itu pula lah Pilkada di daerah yang bersangkutan tidak akan pernah terlaksana. Ketentuan ini jelas membawa ketidakpastian hukum bagi pelaksanaan Pilkada yang dapat bermuara pada terabaikannya hak konstitusional masyarakat untuk dapat menyalurkan hak pilihnya dalam Pilkada.
Penundaan penyelenggaraan Pilkada bagi daerah yang tidak memenuhi syarat tersebut sama sekali tidak berkepastian hukum dan menciderai hak konstitusional masyarakat untuk dapat menyalurkan hak pilih mereka. Padahal sekali pun ditunda untuk kembali diselenggarakan pada tahun 2017, tidak ada jaminan bahwa di tahun itu syarat adanya dua pasangan calon peserta Pilkada dapat terpenuhi. Jika syarat itu kembali tidak dipenuhi apakah Pilkada di daerah itu akan ditunda lagi ? Bagaimana jika keadaan itu terjadi terus menerus ? Artinya, selama syarat itu tidak terpenuhi maka selama itu pula lah Pilkada di daerah yang bersangkutan tidak akan pernah terlaksana. Ketentuan ini jelas membawa ketidakpastian hukum bagi pelaksanaan Pilkada yang dapat bermuara pada terabaikannya hak konstitusional masyarakat untuk dapat menyalurkan hak pilihnya dalam Pilkada.
Warga
negara yang tinggal di daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala
daerah jelas tidak mendapat pengakuan, jaminan perlindungan yang adil, serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana dijamin oleh UUD, dibandingkan
dengan warga negara yang tinggal di daerah yang memiliki lebih dari satu pasangan
calon kepala daerah sehingga Pilkada di daerah tersebut dapat dilangsungkan.
Ketika
Pilkada di suatu daerah harus ditunda hingga Pemilihan Serentak selanjutnya
yang antara lain bisa berjarak sampai 14 bulan (antara Desember 2015 sampai
Februari 2017), maka warga negara di daerah tersebut akan dipimpin oleh seorang
pelaksana tugas, yang secara umum tidak dapat atau tidak mau membuat keputusan
strategis dan penting dalam pembangunan daerah.
Hal ini jelas merugikan masyarakat
di daerah yang bersangkutan. Di saat masyarakat dari daerah lain diberi
kesempatan untuk turut menentukan kepala daerah pilihan mereka dan dipimpin
oleh kepala daerah yang definitif, maka masyarakat di daerah yang Pilkadanya
ditunda harus menerima kenyataan pahit dimana mereka tidak diberi kesempatan
untuk memilih kepala daerah pilihan mereka dan dipimpin oleh seorang Plt.
kepala daerah, bukan kepala daerah hasil pilihan rakyat.
Perbandingan di negara lain seperti Amerika, Kanada, Skotlandia, dan Singapura, menunjukan bahwa fenomena calon tunggal tidak menghalangi pelaksanaan Pemilu. Mekanisme pemilihan calon tunggal itu umumnya terbagi menjadi dua model: (i) dinyatakan terpilih secara aklamasi (otomatis); dan (ii) harus tetap melalui proses pemilihan, yaitu disandingkan dengan kolom kosong. Apabila suara yang memilih calon tunggal lebih banyak daripada yang memilih kolom kosong maka calon tunggal tersebut akan dinyatakan terpilih.
Perbandingan di negara lain seperti Amerika, Kanada, Skotlandia, dan Singapura, menunjukan bahwa fenomena calon tunggal tidak menghalangi pelaksanaan Pemilu. Mekanisme pemilihan calon tunggal itu umumnya terbagi menjadi dua model: (i) dinyatakan terpilih secara aklamasi (otomatis); dan (ii) harus tetap melalui proses pemilihan, yaitu disandingkan dengan kolom kosong. Apabila suara yang memilih calon tunggal lebih banyak daripada yang memilih kolom kosong maka calon tunggal tersebut akan dinyatakan terpilih.
Sehubungan dengan dua model
pemilihan calon tunggal diatas, Pemohon lebih setuju dengan model yang
terakhir. Artinya rakyat tetap diberikan hak untuk memilih, apakah ia akan
memilih calon tunggal atau memilih kolom kosong. Apa pun hasilnya nanti maka
itulah keputusan rakyat. Sedangkan model yang pertama menurut Pemohon tidaklah
demokratis karena tidak memberikan kesempatan pada rakyat untuk menggunakan hak
pilihnya.
Pemohon
mengusulkan metode/model yang dipakai dalam Pilkada dengan pasangan calon
tunggal yaitu dengan menyediakan dua kolom pilihan dalam surat suara. Kolom
pertama berisi pasangan calon tunggal dan kolom kedua berisi kotak/kolom kosong
(calon kotak kosong). Dua kolom itulah yang akan dipilih salah satunya oleh
pemilih, apakah ia akan memilih pasangan calon tunggal atau memilih kotak
kosong disebelahnya yang berarti tidak menghendaki terpilihnya pasangan calon
tunggal.
Jika pada hari pemungutan dan
penghitungan suara ternyata pasangan calon tunggal menang terhadap pasangan
calon kotak kosong, maka pasangan calon tunggal akan ditetapkan sebagai
pasangan calon terpilih; sebaliknya, apabila pasangan calon tunggal kalah
terhadap pasangan calon kotak kosong maka pemilihan kepala daerah diulang atau
ditunda sampai pada pemilihan serentak berikutnya.
Apapun hasilnya, itu merupakan hasil
pelaksanaan Hak Memilih dari Rakyat. Artinya, kalaupun pasangan calon tunggal
kalah terhadap pasangan calon kotak kosong, itu karena rakyat telah melaksanakan
hak memilihnya, dan dengan sadar berarti meminta pemilihan kepala daerahnya
diulang atau ditunda hingga pemilihan serentak berikutnya.
Ø Petitum
Menyatakan
pasal-pasal dan ayat-ayat yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat; atau dinyatakan konstitusional bersyarat sejauh
seluruh frasa yang bermakna “setidaknya dua pasangan calon” atau “paling
sedikit dua pasangan calon” dapat diterima dalam bentuk atau pengertian:
Pasangan Calon Tunggal dengan Pasangan Calon Kotak Kosong yang ditampilkan pada
kertas suara. Dengan demikian seluruh tahapan Pemilukada tetap dapat
dilanjutkan. Jika pada hari pemungutan dan penghitungan suara ternyata Pasangan
Calon Tunggal Menang terhadap Pasangan Calon Kotak Kosong, maka Pasangan Calon
Tunggal akan ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih sebaliknya apabila
Pasangan Calon Tunggal kalah terhadap Pasangan Calon Kotak Kosong maka
Pemilihan Kepala Daerah diulang atau
ditunda sampai pada pemilihan selanjutnya.
Ø Keterangan KPU (Pihak Terkait)
·
Berdasarkan
Pasal-Pasal UU No. 8 Tahun 2015 yang sedang diuji, jelas logika hukumnya bahwa
daerah yang tidak memenuhi persyaratan minimal 2 (dua) pasangan calon tidak
dapat menyelenggarakan pemilihan pada tahun yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2015, dalam hal ini adalah tahun 2015;
·
Bahwa
dari 269 daerah yang melaksanakan pemilihan pada tahun 2015 dengan rincian 9
provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota, ada 3 (tiga) daerah yang penyelenggaraannya
ditunda sampai dengan tahun 2017, yaitu Kabupaten Blitar, Kabupaten
Tasikmalaya, dan Kabupaten Timor Tengah Utara, dikarenakan tidak memenuhi
persyaratan minimal 2 (dua) pasangan calon. Berdasarkan hal tersebut, maka
jumlah daerah yang harus mengalami penundaan akibat tidak memenuhi persyaratan minimal
2 (dua) pasangan calon hanya sebagian kecil saja;
·
Jika
Mahkamah memutuskan menerima permohonan ini maka ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan oleh Mahkamah terkait logistik Pilkada yang tentu saja harus
mengalami penyesuaian. Sebagai informasi tambahan, bahwa untuk pengadaan
logistik sekurang-kurangnya diperlukan waktu 48 (empat puluh delapan) hari.
Oleh karena itu, perlu kiranya Makamah Konstitusi mempertimbangkan rentang
waktu untuk pengadaan logistik. Dalam jadwal KPU, batas akhir pengadaan
logistik pemilihan sudah harus dimulai setidaknya tanggal 23 Oktober 2015.
Selain itu juga diperlukan pengaturan mengenai sistem pemilihan yang memuat
cara pemberian suara dan penghitungan perolehan suara untuk penetapan pasangan
calon terpilih. Sekalipun pasangan calon hanya satu, kampanye tetap
dilaksanakan agar hak rakyat untuk mengenal calon kepala daerahnya tetap
dipenuhi.
Ø Pertimbangan Mahkamah
·
Berdasarkan
keterangan yang diberikan oleh KPU sebagai pihak terkait dalam perkara ini
diperoleh suatu fakta hukum bahwa bagi daerah yang tidak memenuhi persyaratan minimal
2 (dua) pasangan calon tidak dapat menyelenggarakan pemilihan pada tahun 2015 sebagaimana
ditetapkan UU 8/2015;
·
Makna
kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi. Kedaulatan atau kekuasaan tertinggi
tersebut, menurut Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, sebagai pelaksanaan
kedaulatan rakyat maka Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota (yang selanjutnya disebut Pemilihan
Kepala Daerah) haruslah menjamin terwujudnya kekuasaan tertinggi yang berada di
tangan rakyat itu. Oleh karena itu, UU 8/2015, sebagai Undang-Undang yang
mengatur Pemilihan Kepala Daerah, harus
menjamin terlaksana atau terselenggaranya kekuasaan tertinggi yang berada di
tangan rakyat itu sesuai dengan amanat UUD 1945;
·
Penyelenggaraan
Pemilihan Kepala Daerah merupakan wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat. Karenanya
Pilkada tersebut harus terselenggaran secara demokratis dimana hak rakyat
selaku pemegang kedaulatan, baik hak untuk dipilih maupun hak untuk memilih,
tidak boleh dikesampingkan atau diabaikan, lebih-lebih ditiadakan;
·
Setelah
memperhatikan secara saksama rumusan norma UU 8/2015 yang dimohonkan pengujian,
maka tampak nyata kalau pembentuk Undang-Undang, di satu pihak, menginginkan
kontestasi Pemilihan Kepala Daerah diikuti setidak-tidaknya oleh dua pasangan
calon, tetapi di lain pihak, sama sekali tidak memberikan jalan keluar
seandainya syarat paling kurang dua pasangan calon tersebut tidak terpenuhi.
Dengan demikian, akan ada kekosongan hukum manakala syarat paling kurang dua
pasangan calon tersebut tidak terpenuhi dimana kekosongan hukum demikian akan
berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya Pemilihan Kepala Daerah;
·
Meskipun
KPU telah berusaha mengatasi kebuntuan dan kekosongan hukum akibat berlakunya
pasal-pasal yang dimohokan pengujiannya ini dengan mengeluarkan Peraturan KPU
No. 12 Tahun 2015, namun Mahkamah menilai upaya tersebut tidak serta merta
menyelesaikan persoalan yang ada;
Dikatakan tidak menyelesaikan
persoalan karena dua alasan. Pertama, penundaan ke Pemilihan serentak
berikutnya sesungguhnya telah menghilangkan hak rakyat untuk dipilih dan
memilih pada Pemilihan serentak saat itu. Kedua, andaikatapun penundaan demikian
dapat dibenarkan, quod non, tetap tidak ada jaminan bahwa pada Pemilihan
serentak berikutnya itu, hak rakyat untuk dipilih dan memilih akan dapat
dipenuhi karena pasal yang mempersyaratkan sekurang-kuranya dua pasangan calon
itu sendiri masih berlaku;
·
berdasarkan
seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, adalah bertentangan dengan
semangat UUD 1945 jika Pemilihan Kepala Daerah tidak dilaksanakan dan ditunda
sampai pemilihan berikutnya sebab hal itu merugikan hak konstitusional warga
negara, dalam hal ini hak untuk dipilih dan memilih, hanya karena tak
terpenuhinya syarat paling sedikit adanya dua pasangan calon kepala daerah dan
calon wakil kepala daerah meskipun sudah diusahakan dengan sungguh-sungguh.
Dengan kata lain, demi menjamin terpenuhinya
hak konstitusional warga negara, pemilihan Kepala Daerah harus tetap
dilaksanakan meskipun hanya terdapat satu pasangan calon kepala daerah dan
calon wakil kepala daerah walaupun sebelumnya telah diusahakan dengan sungguh-sungguh
untuk mendapatkan paling sedikit dua pasangan calon;
·
Pemilihan
Kepala Daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon haruslah ditempatkan
sebagai upaya terakhir, semata-mata demi memenuhi hak konstitusional warga
negara, setelah sebelumnya diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk menemukan
paling sedikit dua pasangan calon;
·
Pemilihan
Kepala Daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon, manifestasi
kontestasinya lebih tepat apabila dipadankan dengan plebisit yang meminta
rakyat (pemilih) untuk menentukan pilihannya apakah “Setuju” atau “Tidak
Setuju” dengan pasangan calon tersebut, bukan dengan Pasangan Calon Kotak
Kosong, sebagaimana dikonstruksikan oleh Pemohon.
Apabila ternyata suara rakyat lebih
banyak memilih “Setuju” maka pasangan calon dimaksud ditetapkan sebagai kepala
daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Sebaliknya, apabila ternyata suara
rakyat lebih banyak memilih “Tidak Setuju” maka dalam keadaan demikian
pemilihan ditunda sampai Pemilihan Kepala Daerah serentak berikutnya. Penundaan
demikian tidaklah bertentangan dengan konstitusi sebab pada dasarnya rakyatlah
yang telah memutuskan penundaan itu melalui pemberian suara “Tidak Setuju”
tersebut.
Mekanisme demikian, menurut
Mahkamah, lebih demokratis dibandingkan dengan menyatakan “menang secara
aklamasi” tanpa meminta pendapat rakyat (pemilih) jika calon tidak memiliki
pesaing, sebagaimana ditunjukkan dalam hasil studi Pemohon yang terjadi di
berbagai negara seperti Amerika Serikat (dalam pemilihan anggota House dan
Senat), di Inggris, Kanada, Skotlandia (untuk pemilihan anggota parlemen),
Islandia (untuk pemilihan Presiden), dan Singapura (untuk pemilihan Presiden
dan parlemen). Penekanan terhadap sifat “demokratis” ini menjadi substansial karena telah diamanatkan
oleh Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
·
Guna
mencegah terjadinya kesimpangsiuran penafsiran dan implementasi di lapangan,
Mahkamah memandang penting untuk menjelaskan maksud pendapat Mahkamah diatas:
o
Pemilihan
Kepala Daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah baru dapat dilaksanakan apabila telah diusahakan dengan
sungguh-sungguh untuk terpenuhi syarat paling sedikit dua pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah. Yang dimaksud dengan “telah diusahakan dengan
sungguh-sungguh” adalah telah dilaksanakannya seluruh ketentuan mengenai
pendaftaran, verifikasi, dan perpanjangan masa pendaftaran untuk terpenuhinya
syarat minimal dua pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal
50 UU No. 8 Tahun 2015;
o
Pemilihan
Kepala Daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada rakyat
(pemilih) untuk menyatakan “Setuju” atau “Tidak Setuju” dalam surat suara yang
didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan rakyat (pemilih) untuk
menyatakan pilihan “Setuju” atau “Tidak Setuju”. Apabila pilihan “Setuju”
memperoleh suara terbanyak maka pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah dimaksud ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah
terpilih, sedangkan apabila pilihan “Tidak Setuju” memperoleh suara terbanyak
maka pemilihan ditunda sampai Pemilihan Kepala Daerah serentak berikutnya;
o
Ketentuan
Pasal 49 ayat (9) UU 8/2015 yang menyatakan, “KPU Provinsi membuka kembali pendaftaran
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur paling lama 3 (tiga) hari
setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)” harus dimaknai
“termasuk menetapkan satu pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
peserta Pemilihan dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksud telah
terlampaui namun tetap hanya ada satu pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur”. Begitu juga terhadap ketentuan Pasal 50 ayat (9) UU No. 8/2015 yang
mengenai Calon Bupati dan Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota;
Ø Amar Putusan
Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian:
1.
Menyatakan
Pasal 49 ayat (9) UU No. 8 Tahun 2015 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat (conditionally unconstitutional)
sepanjang tidak dimaknai mencakup pengertian “menetapkan satu (1) pasangan
calon gubernur dan calon wakil gubernur peserta pemilihan dalam hal setelah
jangka waktu tiga (3) hari dimaksud terlampaui namun tetap hanya ada satu (1)
pasangan calon gubernur dan wakil gubernur;
2.
Menyatakan
Pasal 50 ayat (9) UU No. 8 Tahun 2015 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat (conditionally unconstitutional) sepanjang
tidak dimaknai mencakup pengertian“menetapkan satu (1) pasangan calon bupati
dan calon wakil bupati serta satu (1) pasangan calon walikota dan calon wakil
walikota peserta pemilihan dalam hal setelah jangka waktu tiga (3) hari
dimaksud terlampaui namun tetap hanya ada satu (1) pasangan calon bupati dan
wakil bupati serta satu (1) pasangan calon walikota dan calon wakil walikota;
3.
Menyatakan
Pasal 51 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2015 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat (conditionally unconstitutional) sepanjang
tidak dimaknai mencakup “menetapkan 1 (satu) pasangan calon gubernur dan
calon wakil gubernur dalam hal hanya terdapat satu (1) pasangan calon gubernur
dan calon wakil gubernur;
4.
Menyatakan
Pasal 52 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2015 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat (conditionally unconstitutional)
sepanjang tidak dimaknai mencakup “menetapkan satu (1) pasangan calon bupati
dan calon wakil bupati serta satu (1) pasangan calon walikota dan calon wakil
walikota dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon bupati dan calon
wakil bupati serta satu (1) pasangan calon walikota dan calon wakil walikota;
5.
Menolak
Permohonan untuk selain dan selebihnya.
Ø Dissenting Opinion Hakim Konstitusi
Patrialis Akbar
Makna Pemilihan
dalam berbagai undang-undang yang mengatur tentang Pemilihan Umum maupun
Pemilihan Kepala Daerah serta menurut Kamus Black’s Law Dictionary[1]
pada intinya ialah pemilihan terhadap individu-individu yang
berlandaskan pada prinsip dasar Pemilu yaitu langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil serta demokratis.
Apabila ditinjau dari rumusan makna pemilihan tersebut maka pada dasarnya rumusan Undang-Undang a quo sudah tepat, yaitu pasangan calon dalam Pilkada paling sedikit 2 (dua) pasangan calon, dengan demikian pasal tersebut konstitusional.
Apabila ditinjau dari rumusan makna pemilihan tersebut maka pada dasarnya rumusan Undang-Undang a quo sudah tepat, yaitu pasangan calon dalam Pilkada paling sedikit 2 (dua) pasangan calon, dengan demikian pasal tersebut konstitusional.
Yang dapat
dipilih dalam suatu pemilihan haruslah subjek hukum, yaitu orang-orang yang
memenuhi syarat menurut peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu calon
kepala daerah sebagai subjek hukum yang disandingkan dengan non-subjek hukum
(pernyataan setuju atau tidak setuju/referendum) adalah tidak tepat. Pilkada
bukan merupakan referendum, akan tetapi pemilihan dari beberapa pilihan (lebih dari satu) untuk dipilih.
Apabila
dibenarkan adanya calon tunggal, saya berpendapat bahwa MK terlalu jauh masuk
pada kewenangan pembentuk Undang-Undang. Padahal sebagaimana disampaikan oleh
Ketua KPU dalam persidangan, dari 269 daerah yang akan melaksanakan Pilkada
serentak pada Desember 2015 ini, hanya 3 daerah saja yang ditunda pelaksanaan
Pilkadanya sampai tahun 2017, yaitu Kab. Blitar, Kab. Tasikmalaya, dan Kab.
Timor Tengah Utara.
Berkaitan
dengan tidak adanya jalan keluar dalam hal tidak terpenuhinya syarat paling
sedikit 2 (dua) pasangan calon tersebut, pada dasarnya UU a quo telah
mengakomodir apabila pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah kurang dari 2
(dua) pasangan calon yaitu dengan adanya penundaan. Seyogyanya bagi daerah yang
calonnya kurang dari 2 (dua) pasangan calon, maka pemilihan tersebut ditunda
sesuai tenggang waktu yang ditentukan oleh pembuat Undang- Undang.
Undang-undang telah mengatur adanya tahapan-tahapan Pilkada yang harus diikuti dan dipatuhi oleh setiap pasangan calon kepala daerah. Tahapan-tahapan tersebut tentu saja tidak dapat dijalankan oleh peserta Pilkada non-subjek hukum (pernyataan setuju tidak setuju). Demikian pula dengan pelaksanaan kampanye misalnya, pasangan calon non-subjek hukum tentu tidak dapat melaksanakannya. Dari aspek tahapan, sudah terlihat unsur ketimpangan dan ketidakseimbangan apabila pasangan calon yang merupakan subjek hukum harus disandingkan dengan peserta Pilkada non-subjek hukum.
Apabila ditelusuri dari risalah rapat perubahan UUD 1945, justru teks konstitusi yang tertulis maupun semangat yang ada dibalik teks konstitusi tersebut menghendaki adanya pemilihan terhadap lebih dari satu pasangan calon. Sebaliknya, belum ada sedikitpun dalam sejarah perubahan UUD 1945 bahwa Pemilihan Umum atau Pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan dengan model uncontested election.
Keberadaan Calon tunggal pada dasarnya meniadakan kontestasi. Pemilu tanpa kontestasi hakikatnya bukan Pemilu yang senafas dengan asas Luber dan Jurdil. Hak-hak untuk memilih dan hak untuk dipilih akan terkurangi dengan adanya calon tunggal karena pemilih dihadapkan pada pilihan artifisial (semu).
Berdasarkan seluruh uraian di atas, dalil-dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum sehingga permohonan Pemohon seharusnya ditolak.
Undang-undang telah mengatur adanya tahapan-tahapan Pilkada yang harus diikuti dan dipatuhi oleh setiap pasangan calon kepala daerah. Tahapan-tahapan tersebut tentu saja tidak dapat dijalankan oleh peserta Pilkada non-subjek hukum (pernyataan setuju tidak setuju). Demikian pula dengan pelaksanaan kampanye misalnya, pasangan calon non-subjek hukum tentu tidak dapat melaksanakannya. Dari aspek tahapan, sudah terlihat unsur ketimpangan dan ketidakseimbangan apabila pasangan calon yang merupakan subjek hukum harus disandingkan dengan peserta Pilkada non-subjek hukum.
Apabila ditelusuri dari risalah rapat perubahan UUD 1945, justru teks konstitusi yang tertulis maupun semangat yang ada dibalik teks konstitusi tersebut menghendaki adanya pemilihan terhadap lebih dari satu pasangan calon. Sebaliknya, belum ada sedikitpun dalam sejarah perubahan UUD 1945 bahwa Pemilihan Umum atau Pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan dengan model uncontested election.
Keberadaan Calon tunggal pada dasarnya meniadakan kontestasi. Pemilu tanpa kontestasi hakikatnya bukan Pemilu yang senafas dengan asas Luber dan Jurdil. Hak-hak untuk memilih dan hak untuk dipilih akan terkurangi dengan adanya calon tunggal karena pemilih dihadapkan pada pilihan artifisial (semu).
Berdasarkan seluruh uraian di atas, dalil-dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum sehingga permohonan Pemohon seharusnya ditolak.
[1]
Dalam Black’s Law Dictionary kata “election” dimaknai sebagai
pemilihan terhadap individu yang dipilih berdasarkan asas-asas pemilu dalam
ruang lingkup suatu pemilihan yang dilakukan oleh pemilih yang memenuhi
persyaratan untuk memilih. (Election means that the person is chosen by a
principle of selection in the nature of a vote, participated in by the public
generally or by the entire class of persons qualified to express their choice
in this manner).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar