1. Sistem Hukum Eropa
Kontinental
Ciri atau sendi utama dari sistem hukum eropa kontinental
terletak pada sumber hukum utamanya. Sumber hukum utama pada sistem hukum ini
adalah hukum tertulis yang berbentuk peraturan perundang-undangan. Hal tersebut
ditujukan agar hukum dapat memberikan kepastian hukum (rechts zerkerheid) karena
kepastian hukum-lah yang menjadi tujuan utama dari sistem hukum ini.
Dengan bentuknya yang tertulis orang akan mudah melihat
dasar/sumber hukumnya, sehingga orang akan sulit mengelak dari ancaman hukum
apabila ia melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Dengan demikian kepastian
hukum dapat terwujud karena setiap
peristiwa hukum mempunyai sumber
hukumnya yang dapat dilihat dan dibaca (tertulis).
Dalam sistem eropa kontinental,
mengetahui peraturan perundang-undangan adalah primer. Sedangkan pengetahuan
akan yurisprudensi adalah sekunder. Peranan peraturan perundang-undangan dalam
sistem ini sangat determinan. Sumber hukum yang lain baru mendapat
tempat manakala peraturan perundang-undangannya bungkam (tidak mengaturnya).
Hakim-hakim di negara yang menganut sistem eropa kontinental
menggunakan metode berpikir secara deduktif. Suatu metode berpikir dari yang
umum (dari peraturan perundang-undangan) kemudian diterapkan pada peristiwa
khusus (konkret).
2.
Sistem Hukum Anglo Saxon
Berlainan dengan sistem hukum eropa kontinental, ciri atau
sendi utama dari sistem hukum anglo saxon justru terletak pada hukum tidak
tertulisnya. Sumber hukum utama dan primernya adalah yurisprudensi, yaitu hukum
yang terbentuk dan terpelihara melalui proses pengadilan berupa
putusan hakim.
Sumber hukum utama inilah yang menjadi perbedaan mendasar
antara sistem hukum eropa kontinental dan sistem hukum anglo saxon. Sistem
hukum eropa kontinental bersumber/bertumpu pada hukum tertulis, yaitu peraturan
perundang-undangan. Sedangkan sistem hukum anglo saxon bersumber/bertumpu pada
hukum tidak tertulis/kebiasaan di dalam peradilan, yaitu yurisprudensi.
Tujuan utama daripada sistem hukum anglo saxon adalah untuk
menciptakan keadilan (Gerechtigheid).
Untuk mencapai tujuan itu maka dibutuhkan putusan hakim yang benar-benar sesuai
dengan dengan rasa keadilan dan kenyataan yang ada ditengah-tengah masyarakat.
Hukum harus benar-benar seiring sejalan dengan perasaan
hukum masyarakat. Namun di sisi lain hukum itu sendiri sering tertinggal dari
perkembangan masyarakat. Oleh sebab itulah dalam sistem hukum anglo saxon,
hakim harus mampu mengatasi ambivalensi (pertentangan antara dua hal) tersebut.
Hakim di tuntut untuk dapat mewujudkan keadilan dengan memberikan putusan yang
seadil-adilnya sesuai dengan kasus yang dihadapinya. Karena itulah sistem hukum
ini sering diistilahkan dengan sebutan “case
law”, maksudnya ialah sistem hukum yang bertumpu pada
peristiwanya/kasusnya.
Yurisprudensi menjadi amat penting dalam sistem hukum ini
karena kedudukannya sebagai sendi utama atau sumber
hukum yang utama. Bahkan ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa
mempelajari dan memahami yurisprudensi bagi hakim di negara-negara anglo saxon
adalah primer, sedangkan mempelajari dan memahami undang-undang adalah
sekunder.
Begitu pentingnya kedudukan yurisprudensi dalam sistem hukum
anglo saxon, maka berlakulah asas preseden bagi setiap hakim di negara-negara
yang menganut sistem hukum ini. Suatu asas yang mengharuskan hakim untuk
mengikuti putusan hakim lain dalam perkara yang sejenis. Asas ini dikenal juga
dengan sebutan “Stare decisis et queita
nonmovere.”
Berlakunya asas preseden ini juga dilatarbelakangi oleh
suatu asas yang menyatakan bahwa
terhadap perkara yang sama harus diputus dengan putusan yang sama pula (similia similibus). Keharusan bagi hakim
untuk mengikuti putusan hakim terdahulu
(preseden) tidak dikenal dalam sistem hukum eropa kontinental. Hakim di
negara-negara yang menganut sistem hukum eropa kontinental bebas/tidak terikat
pada putusan hakim yang terdahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar