Jika diringkas dan dikelompokan, secara garis besar ada
3 kelompok negara di dunia ini dalam menyikapi atau membuat aturan hukum tekait
dengan fenomena Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT). Ketiga kelompok
negara-negara itu adalah:
1. Negara yang melegalkan hubungan
dan perkawinan sesama jenis, jumlahnya (sampai tulisan ini dibuat) ada 27 negara (sebagian besar
negara-negara Eropa);[1]
2. Negara yang melarang dan
menyediakan sanksi pidana terhadap pelaku LGBT, jumlahnya (sampai tulisan ini dibuat ) sekitar 76 negara (sebagian
besar negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin);[2]
3. Negara yang tidak menyediakan
hukum yang spesifik terkait LGBT, yaitu negara-negara yang umumnya tidak
menyediakan sanksi pidana bagi pelaku LGBT, tetapi juga tidak mengakui dan
tidak melegalkan hubungan dan perkawinan sesama jenis. Jumlahnya berarti seluruh
negara di dunia (ada yang menyebut 193, 203, 204, dan 205) dikurangi 27 negara
yang melegalkan LGBT dan dikurangi 76 negara yang melarang LGBT. Termasuk dalam
kategori ini adalah Indonesia.[3]
Meski jumlah negara yang melarang dan tidak mengakui
LGBT masih jauh lebih banyak daripada negara yang melegalkannya, akan tetapi trend
yang terjadi justru sebaliknya, yakni semakin banyak negara yang mengubah
kebijakan hukumnya dari yang sebelumnya tidak mengakui atau bahkan melarang
LGBT menjadi negara yang kemudian melegalkan LGBT.
Dengan kata lain, kecenderungan yang terjadi dewasa
ini adalah semakin bertambahnya jumlah negara yang melegalkan LGBT dari tahun
ke tahun. Jadi peningkatan dan keuntungan justru terjadi pada kelompok
negara-negara yang melegalkan LGBT, sebab jumlah mereka dari tahun ke tahun
semakin bertambah. Sebagai contoh misalnya, sampai dengan tahun 2000 hanya ada
satu (1) negara di dunia ini yang secara resmi melegalkan pernikahan sesama
jenis, yakni Belanda. Jumlah tersebut semakin bertambah setiap tahunnya hingga sampai
dengan di penghujung tahun 2010, sudah ada 12 negara yang melegalkan pernikahan
sesama jenis. Jumlah itu semakin bertambah hingga akhirnya pada tahun 2017 sudah
ada 27 negara yang tercatat melegalkan LGBT.[4]
Bahkan perkembangan yang kurang menggembirakan terkait
dengan hal itu datang baru-baru ini dari India. Dikabarkan bahwa Mahkamah Agung
India yang pada Desember 2013 lalu mengeluarkan Putusan untuk mengaktifkan
kembali Pasal 377 Code Penal (KUHP) tentang pemidanaan bagi pelaku
hubungan sesama jenis dan hewan, kini dikabarkan akan meninjau ulang Putusan
Kasasi tersebut.[5]
Langkah MA India untuk meninjau ulang Putusannya tahun 2013 itu tentu tidak
muncul begitu saja melainkan berkat kampanye masif dan petisi yang diajukan
oleh kelompok pro LGBT, baik yang berasal dari India sendiri maupun
lembaga-lembaga pegiat LGBT internasional.[6]
Meski baru sekedar langkah awal berupa diterimanya
gugatan dari komunitas pro LGBT untuk meninjau ulang (review) Putusan tahun
2013 itu oleh MA India, akan tetapi tentu saja kita sudah bisa memprediksi
kemana arah dan hasil dari putusan tersebut. Nampaknya dinamika yang terjadi di
India itu akan mengarah pada upaya pembatalan/pencabutan putusan terdahulu yang
berisi larangan dan pemidanaan bagi pelaku perkawinan sejenis dan selanjutnya
melegalisasikannya melalui putusan yang baru.[7]
Fakta dan kecenderungan itu tentu sangat
memprihatinkan bagi kita yang menolak LGBT. Negara-negara yang saat ini masih
melarang atau belum melegaliasikan perkawinan sejenis jelas sekali menjadi
sasaran berikutnya dari agenda global untuk “melegalisasikan” LGBT di seluruh
penjuru dunia yang disponsori oleh pemain-pemain global.
Pemain global tersebut terdiri mulai dari pemerintah
atau lembaga negara (utamanya pemerintah atau lembaga negara-negara Eropa)
sampai dengan lembaga-lembaga internasional seperti International Lesbian, Gay,
Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA)[8],
bahkan termasuk juga lembaga/perangkat PBB seperti United Nation Human
Rights Council (UNHRC) dan Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR) yang tidak bisa lagi diutup-tutupi bahwa mereka juga terlibat secara
intens dalam mengusung inisiatif dan upaya legalisasi LGBT di negara-negara
anggota PBB.[9]
Mengingat masifnya inisiatif dan upaya untuk melegalisasikan LGBT ini diseluruh
penjuru dunia, baik yang dilakukan oleh elemen domestik maupun internasional
seperti yang telah digambarkan diatas, maka sudah menjadi tugas kita yang
menolak LGBT ini untuk terus mengawal sistem hukum nasional kita, khususnya
menyangkut Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) yang sedang
digodok di DPR, agar jangan sampai KUHP yang sudah puluhan tahun kita
idam-idamkan itu justru memuat pasal-pasal yang melegalisasikan perbuatan LGBT.
Sebaliknya, kita harus terus menyuarakan aspirasi dan dukungan kita agar di
dalam KUHP yang baru itu terdapat pasal-pasal yang berisi ancaman pidana bagi pelaku
LGBT. Sehingga kedepan kita bisa “hijrah” dari kelompok negara yang tidak
memiliki aturan hukum terhadap LGBT menjadi negara yang melarang dan memidana
pelaku LGBT.
Jalan kearah sana tentu saja tidak mudah. Sebab
negara-negara kaya dan maju seperti negara-negara eropa dan lembaga-lembaga
internasional yang sarat jejaring dan pengaruh sedang bahu membahu mengusung
inisiatif dan agenda global untuk melegalisasikan LGBT diseluruh penjuru dunia.
Tanpa kewaspadaan dan kecermatan dalam mengawal pembaharuan sistem hukum pidana
kita yang sedang dalam proses penggodokan di DPR, maka bukan tidak mungkin RUU
KUHP yang kita damba-dambakan itu akan menjadi “target atau korban” berikutnya
dari agenda global legalisasi LGBT.
Kita pernah punya pengalaman pahit dalam soal
“kecolongan” atau masuknya pengaruh global ke dalam undang-undang kita yang
tidak sesuai dengan kebutuhan, harapan, dan peri kehidupan bangsa kita. Salah
satu contoh konkrit mengenai hal itu ialah UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air yang kemudian dibatalkan seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi RI pada
September 2014 karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945.[10]
Alih-alih menjadi undang-udang yang sepenuhnya berpihak kepada kepentingan
rakyat dan bangsa, undang-undang yang sedari awal sudah sarat dengan tekanan
asing itu justru berisikan begitu banyak norma yang beorientasi pada privatisasi
serta liberalisasi air yang sangat merugikan dan menghimpit rakyat.[11]
Pengalaman pahit itu tentu saja tidak boleh terjadi lagi. Untuk itu kita perlu
terus mengawal RUU KUHP agar tidak disusupi oleh agenda global yang menghendaki
dilegalkannya perkawinan sejenis atau LGBT di Indonesia.
Kita tidak perlu khawatir bahwa mengkriminalisasi pelaku
LGBT akan dianggap sebagai perbuatan yang
melanggar HAM atau tidak sesuai dengan perkembangan HAM kontemporer (saat ini).
Sebab sepanjang yang saya teliti dan yakini, hak asasi manusia itu sesungguhnya
bersumber dari Tuhan dan merupakan pemberian dari Tuhan yang melekat pada
setiap individu manusia. Oleh karenanya tidak lah mungkin ada hak asasi manusia
yang bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan, atau dengan kata lain tidak
mungkin Tuhan memberikan hak asasi kepada manusia yang Ia sendiri tidak
menghendaki hak tersebut untuk dinikmati oleh manusia. Dalam ajaran Islam
misalnya, jelas sekali bahwa Tuhan tidak menghendaki bahkan mengutuk hubungan
sesama jenis.[12]
Oleh karena itu dalam keyakinan Islam, tidaklah mungkin mengatakan bahwa LGBT
adalah hak asasi yang diberikan oleh Tuhan untuk dimiliki dan dinikmati oleh
manusia, sebab hak untuk melakukan hubungan sejenis itu sendiri telah ditolak
dan dilarang oleh Tuhan di dalam banyak firman-Nya di dalam Al-Qur’an![13]
Lampiran
Tabel 1
Negara-Negara yang Melegalkan Hubungan dan Perkawinan Sesama Jenis
(LGBT)
No.
|
Nama
Negara
|
Tahun
Legalisasi
|
Benua
|
1.
|
Belanda
|
2000
|
Eropa
|
2.
|
Belgia
|
2003
|
Eropa
|
3.
|
Spanyol
|
2005
|
Eropa
|
4.
|
Kanada
|
2005
|
Amerika
|
5.
|
Afrika
Selatan
|
2006
|
Afrika
|
6.
|
Swedia
|
2008
|
Eropa
|
7.
|
Portugal
|
2008
|
Eropa
|
8.
|
Norwegia
|
2009
|
Eropa
|
9.
|
Meksiko
|
2009
|
Amerika
|
10.
|
Islandia
|
2010
|
Eropa
|
11.
|
Argentina
|
2010
|
Amerika
|
12.
|
Uruguay
|
2010
|
Amerika
|
13.
|
Selandia
Baru
|
2013
|
Oseania
|
14.
|
Perancis
|
2013
|
Eropa
|
15.
|
Denmark
|
2013
|
Eropa
|
16.
|
Inggris
|
2013
|
Eropa
|
17.
|
Irlandia
Utara
|
2013
|
Eropa
|
18.
|
Brazil
|
2013
|
Amerika
|
19.
|
Skotlandia
|
2014
|
Eropa
|
20.
|
Luxemburg
|
2014
|
Eropa
|
21.
|
Finlandia
|
2014
|
Eropa
|
22.
|
Irlandia
|
2015
|
Eropa
|
23.
|
Amerika
Serikat
|
2015
|
Amerika
|
24.
|
Colombia
|
2016
|
Amerika
|
25.
|
Jerman
|
2017
|
Eropa
|
26.
|
Malta
|
2017
|
Eropa
|
27.
|
Australia
|
2017
|
Australia
|
Sumber: Data ini diperoleh dan disarikan dari
berbagai sumber, antara lain International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and
Intersex Association (ILGA), “Maps of sexual orientation laws (May 2017)”; dan sindonews.com,
“Daftar Negara yang Melegalkan Pernikahan Sejenis dan LGBT (Februari 2016);
serta serta fortune.com, “The 26 Countries That Have Legalized Same-Sex
Marriage (Dec 2017).”
Tabel 2
Negara-Negara yang Melarang dan Memidana Pelaku LGBT
No.
|
Nama Negara
|
Benua
|
No.
|
Nama Negara
|
Benua
|
|
1.
|
Algeria
|
Afrika
|
41.
|
Iraq
|
Asia
|
|
2.
|
Angola
|
Afrika
|
42.
|
Kuwait
|
Asia
|
|
3.
|
Botswana
|
Afrika
|
43.
|
Lebanon
|
Asia
|
|
4.
|
Burundi
|
Afrika
|
44.
|
Malaysia
|
Asia
|
|
5.
|
Cameroon
|
Afrika
|
45.
|
Maldives
|
Asia
|
|
6.
|
Comoros
|
Afrika
|
46.
|
Myanmar
|
Asia
|
|
7.
|
Egypt
|
Afrika
|
47.
|
Oman
|
Asia
|
|
8.
|
Eritrea
|
Afrika
|
48.
|
Pakistan
|
Asia
|
|
9.
|
Ethiopia
|
Afrika
|
49.
|
Palestine/Jalur
Gaza
|
Asia
|
|
10
|
Gambia
|
Afrika
|
50.
|
Qatar
|
Asia
|
|
11.
|
Ghana
|
Afrika
|
51.
|
Saudi
Arabia
|
Asia
|
|
12.
|
Guinea
|
Afrika
|
52.
|
Singapore
|
Asia
|
|
13.
|
Kenya
|
Afrika
|
53.
|
Sri Lanka
|
Asia
|
|
14.
|
Liberia
|
Afrika
|
54.
|
Syria
|
Asia
|
|
15.
|
Libya
|
Afrika
|
55.
|
Turkmenistan
|
Asia
|
|
16.
|
Malawi
|
Afrika
|
56.
|
United
Arab Emirates
|
Asia
|
|
17.
|
Mauritania
|
Afrika
|
57.
|
Uzbekistan
|
Asia
|
|
18.
|
Mauritius
|
Afrika
|
58.
|
Yemen
|
Asia
|
|
19.
|
Morocco
|
Afrika
|
59.
|
Yordania
|
Asia
|
|
20.
|
Namibia
|
Afrika
|
60.
|
Bahrain
|
Asia
|
|
21.
|
Nigeria
|
Afrika
|
61.
|
Antigua
& Barbuda
|
Amerika
|
|
22.
|
Senegal
|
Afrika
|
62.
|
Barbados
|
Amerika
|
|
23.
|
Sierra
Leone
|
Afrika
|
63.
|
Dominica
|
Amerika
|
|
24.
|
Somalia
|
Afrika
|
64.
|
Grenada
|
Amerika
|
|
25.
|
South
Sudan
|
Afrika
|
65.
|
Guyana
|
Amerika
|
|
26.
|
Sudan
|
Afrika
|
66.
|
Jamaica
|
Amerika
|
|
27.
|
Swaziland
|
Afrika
|
67.
|
St Kitts
& Nevis
|
Amerika
|
|
28.
|
Tanzania
|
Afrika
|
68.
|
St Lucia
|
Amerika
|
|
29.
|
Togo
|
Afrika
|
69.
|
St Vincent
& the Grenadines
|
Amerika
|
|
30.
|
Tunisia
|
Afrika
|
70.
|
Trinidad
& Tobago
|
Oseania
|
|
31.
|
Uganda
|
Afrika
|
71.
|
Cook
Islands
|
Oseania
|
|
32.
|
Zambia
|
Afrika
|
72.
|
Kirbati
|
Oseania
|
|
33.
|
Zimbabwe
|
Afrika
|
73.
|
Papua New
Guinea
|
Oseania
|
|
34.
|
Afghanistan
|
Asia
|
74.
|
Samoa
|
Oseania
|
|
35.
|
Bangladesh
|
Asia
|
75.
|
Solomon
Islands
|
Oseania
|
|
36.
|
Bhutan
|
Asia
|
76.
|
Tonga
|
Oseania
|
|
37.
|
Brunei
|
Asia
|
||||
38.
|
Daesh
(ISIS )
|
Asia
|
||||
39.
|
India
|
Asia
|
||||
40.
|
Iran
|
Asia
|
Sumber: Data ini diperoleh dan disarikan dari
berbagai sumber, antara lain International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and
Intersex Association (ILGA), “Maps of sexual orientation laws (May 2017)”; dan
76crimes.com, “76 countries where homosexuality is illegal (May 2017)”.
[1] Data ini
diperoleh dan disarikan dari berbagai sumber, antara lain International
Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA), “Maps of sexual
orientation laws (May 2017),” http://ilga.org/maps-sexual-orientation-laws;
76crimes.com, “76 countries where homosexuality is illegal (May 2017),” https://76crimes.com/76-countries-where-homosexuality-is-illegal/;
dan sindonews.com, “Daftar Negara yang Melegalkan Pernikahan Sejenis dan LGBT,”
https://lifestyle.sindonews.com/read/1082855/166/daftar-negara-yang-melegalkan-pernikahan-sejenis-dan-lgbt-1454594358/26;
serta fortune.com, “The 26 Countries That Have Legalized Same-Sex Marriage,” http://fortune.com/2017/12/07/countries-that-legalized-same-sex-marriage/,
Diakses pada tanggal 9 Januari 2018.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Putusan
Kasasi yang dikeluarkan pada tahun 2013 itu sendiri merupakan hasil daripada
gugatan/perlawanan terhadap Putusan Pengadilan Tinggi (Appeal Court) yang
membatalkan ketentuan Pasal 377 Code Penal India pada tahun 2009
sehingga menyebabkan konsekuensi dekriminalisasi terhadap pelaku LGBT di India
sejak dikeluarkannya Putusan Pengadilan Tinggi tersebut sampai dianulirnya
Putusan tersebut oleh MA India pada Desember 2013.
[6] The New
York Times, “India’s Supreme Court Orders Review of Gay Sex Ban,” Edisi 8
Januari 2018.
[7] Prediksi
mengenai arah dan hasil Putusan MA India sebagaimana dikatakan diatas tentu dapat
dilihat dan diketahui melalui beberapa petunjuk yang memang mengarah pada upaya
untuk membatalkan Putusan MA yang terdahulu (2013) dan kemudian melegalisasikan
perkawinan sejenis. Diantara beberapa petunjuk itu antara lain: (i) diterimanya
permohonan/gugatan untuk melakukan peninjauan ulang (review) terhadap
Putusan tahun 2013 oleh kesemua (3 orang) hakim panel yang menyidangkan kasus
tersebut; (ii) adanya Putusan MA sebelumnya yakni akhir Agustus 2017 yang
menegaskan bahwa semua warga negara India berhak menikmati hak privasinya
masing-masing dan perkawinan merupakan salah satu atribut yang esensial di
dalam hak privasi seseorang yang harus dijamin dan dilindungi; (iii) dan yang
terakhir ialah adanya pertimbangan-pertimbangan hukum yang dilontarkan dalam
sidang pendahuluan oleh 3 orang hakim panel MA India yang mengindikasikan
keberpihakannya pada tuntutan yang diajukan oleh komunitas LGBT yang
menghendaki dicabutnya larangan dan pemidanaan terhadap pelaku perkawinan
sejenis, seperti misalnya kalimat yang berbunyi “noting that Indians who are
gay should never remain in a state of fear and that societal morality also
changes from age to age.” Lihat New York Times, Ibid.; Lihat juga
Huffpost, “India’s Supreme Court Will Reconsider Its 2013 Gay Sex Ban,” https://www.huffingtonpost.com/entry/india-gay-sex-ban-supreme-court_us_5a538dc3e4b0efe47ebb08d5,
Diakses pada tanggal 10 Januari 2018.
[8] Dalam
perbincangan dan dunia LGBT, ILGA ini merupakan salah satu lembaga pegiat LGBT
yang cukup terkemuka di aras internasional. Perkembangan yang terjadi di India
baru-baru ini seperti yang dikemukakan diatas, juga tidak terlepas dari peran
ILGA yang secara masif mensupport perjuangan kelompok yang pro terhadap LGBT di
India. Dalam catatan dan laporan resminya, disebutkan bahwa ILGA memiliki lebih
dari 1.200 anggota organisasi pro LGBT yang tersebar di 132 negara di seluruh
dunia. Lembaga ini didirikan sejak 1978 dan berkantor pusat di Jenewa, Swiss.
Lihat selengkapnya dalam official website-nya: ilga.org.
[9] Sebagai
salah satu contoh dan bukti mengenai hal ini ialah diselenggarakannya sebuah
event yang disebut “UN’s LGBT Core Group” dengan mengusung tema: “Path to
Equality: Global Leaders Discuss Progress Towards LGBT Equality,” yang
diselenggarakan di Markas Besar PBB New York, Amerika Serikat 20-21 September
2016. Acara tersebut tidak lain ditujukan untuk mempromosikan penerimaan dan perlindungan
hak-hak LGBT di setiap negara anggota PBB yang tidak bisa dipungkiri membawa
serta ide dan upaya untuk melegalisasikan LGBT di semua negara. Bahkan dalam
petikan pidatonya, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon sempat mengatakan bahwa:
“I ask those who use religious or cultural arguments to deprive LGBT people
of their human rights: what do you gain by making others less equal? Is your
religion or culture so weak that the only way you can sustain it is by denying
others their basic rights? There is no room in our 21st century for
discrimination based on sexual orientation or gender identity....... All
countries have accepted the principle – enshrined in international law – that
human rights are universal. Consensus is ours. Let’s insist on action.” Begitulah
kata-kata Ban Ki Moon yang begitu bersemangat mengadvokasikan hak-hak LGBT
namun pada saat yang bersaam ia lupa bagaimana menghormati dan menghargai
hak-hak beragama warga dunia yang dinaungi oleh lembaganya (khususnya Islam)
yang amat sangat melarang perbuatan LGBT. Lihat selengkapnya dalam United
Nation, “Ban calls for efforts to secure equal rights for LGBT community,” http://www.un.org/sustainabledevelopment/blog/2016/09/ban-calls-for-efforts-to-secure-equal-rights-for-lgbt-community/,
Diakses pada tanggal 10 Januari 2018.
[10] Lihat
Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 85/PUU-XI/2013 mengenai Pengujian
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
[11] Ada
sebuah Disertasi yang secara khusus mengangkat masalah hukum air di Indonesia
dan perbandingannya dengan rezim hukum air di India dan Belanda. Lihat dalam Hamid
Chalid, Hak-Hak Asasi Manusia atas Air: Studi tentang Hukum Air di Belanda,
India dan Indonesia, Disertasi, Program Doktor Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta, 2009.
[12]
Sepanjang yang saya cermati, sekurang-kurangnya terdapat 7 Surat (dari total
114 Surat) dan 66 ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai larangan dan
konsekuensi-konsekuensi hukum terhadap perbuatan LGBT. Penjelasan lebih lanjut
mengenai hal ini dapat dilihat pada: Ensiklopedia Shirah Nabawi, “Inilah Ayat Ayat Larangan LGBT Dalam
Al Quran,” http://nabimuhammad.info/inilah-ayat-ayat-larangan-lgbt-dalam-al-quran/,
Diakses pada tanggal 10 Januari 2017.
[13] Ibid.
Dalam hal ini, Hukum Islam dari mulai gradasi (tingkatan) yang tertinggi
sampai yang terendah dalam hierarki jenis-jenis hukum Islam yakni Al-Qur’an,
Sunnah, dan Ijtihad (berupa Ijma), kesemuanya sepakat dalam satu kesimpulan
bahwa hubungan sesama jenis adalah terlarang. Dalil-dalil Al-Qur’an yang
membicarakan mengenai larangan hubungan sesama jenis menurut Ibnu Qudamah
adalah bersifat final, eksplisit, dan oleh karenanya tidak ada lagi ruang untuk
perbedaan pendapat di dalam hal tersebut (sifatnya qath’i). Lihat Ibnu
Qudamah dalam muslim.or.id., “Kaum Gay, Inilah Wahyu Allah Ta’ala Tentang
Anda,” https://muslim.or.id/27432-kaum-gay-inilah-wahyu-allah-taala-tentang-anda.html#fnref-27432-3,
Diakses pada tanggal 10 Januari 2017.